Tips Kesehatan
Jangan amputasi kaki saya, dok!
Ini adalah kalimat yang sering didengar dari penderita diabetes dengan luka membusuk di kakinya. Kalimat ini sangat miris dan menyedihkan, namun sering kali amputasi perlu dilakukan untuk menyelamatkan nyawa pasien.
Kaki diabetes merupakan salah satu akibat diabetes yang dapat membuat cacat bila tidak diobati dengan baik. Infodatin RI pada tahun 2014 menyebutkan, komplikasi kaki diabetes di RSCM pada tahun 2011 mencapai 8,7% dan 1,3% dari penderita diabetes mengalami amputasi. Sebuah penelitian di Indonesia tahun 2015 menyebutkan bahwa setelah lima tahun amputasi pertama, 28-51% pasien akan menjalani amputasi kedua.
Kaki merupakan bagian tubuh paling bawah yang menyokong tubuh serta digunakan untuk berjalan. Kaki mendapat tekanan yang paling besar di antara bagian tubuh lainnya serta rentan mengalami cedera. Selain itu, gerakan kaki cenderung statis sehingga darah mudah menggumpal dan membuat luka sulit sembuh.
Luka pada kaki penderita diabetes disebabkan oleh kondisi yang kompleks dimana gula darah yang tidak terkontrol menyebabkan gangguan persarafan dan pembuluh darah. Permasalahan kaki diabetes tidak terjadi secara spontan, melainkan berkembang akibat interaksi kombinasi antara gangguan saraf dan pembuluh darah pada kaki serta kondisi lingkungan yang mendukung terjadinya infeksi.
Gangguan pada saraf menyebabkan hilangnya sensasi rasa seperti panas, dingin, nyeri pada kulit. Kondisi ini membuat pasien tidak menyadari adanya luka pada kakinya. Gangguan pada saraf juga menyebabkan produksi keringat dan minyak untuk melembabkan kulit sehingga kulit jadi kering, mudah pecah dan luka. Saraf yang rusak juga mengakibatkan melemahnya tulang, sendi, otot serta jaringan lain sehingga menyebabkan perubahan bentuk kaki. Perubahan bentuk kaki ini mengakibatkan tekanan pada kaki saat menyokong tubuh tidak rata dan terjadi peningkatan tekanan pada daerah titik tertentu kaki.
Adanya gesekan dan penekanan berulang seperti tidak memakai alas kaki, sepatu tidak sesuai, menginjak benda keras akan menyebabkan luka terbuka pada kaki. Adanya luka pada kaki berpotensi masuknya kuman infeksi dan menyebabkan luka pada kaki semakin parah.
Gangguan pada pembuluh darah juga menyebabkan aliran darah ke kaki menjadi tidak lancar. Hal ini menyebabkan menurunnya asupan nutrisi darah yang dibutuhkan kaki sehingga penyembuhan luka terhambat.
Penyebab kaki diabetes dapat digambarkan melalui bagan berikut:
Baca Juga: Diabetes dan Berbagai Komplikasinya
Amputasi pada kaki diabetes menyebabkan kecacatan, penurunan produktifitas dan rendahnya kualitas hidup. Oleh karena itu, deteksi awal serta perawatan kaki diabetes merupakan hal yang penting untuk menghindari amputasi.
Sebaiknya melakukan pemeriksaan lengkap pada kaki setiap tahun. Pemeriksaan dapat dilakukan lebih sering bila terdapat gangguan pada kaki, terutama pada penderita diabetes dengan gangguan sensasi rasa pada kulit dan atau terdapat luka pada kakinya maka pemeriksaan pada kaki dilakukan setiap penderita kontrol ke dokter.
Dalam melakukan aktivitasnya, penderita perlu mengetahui pentingnya penggunaan alas kaki yang baik untuk melindungi kaki. Peran keluarga juga sangat penting untuk membantu perawatan terutama bila penderita diabetes mengalami gangguan penglihatan, penurunan intelektual atau proses berpikir ataupun keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik.
Yuk, Ikuti cara perawatan kaki diabetes sesuai anjuran kementrian kesehatan Indonesia!
Cukup sekian informasi yang dapat tim aido berikan, semoga bermanfaat.
Untuk mengetahui lebih lanjut seputar kesehatan, Anda bisa video call langsung dengan dokter di aplikasi kesehatan Aido Health. Download aplikasi Aido Health di App Store dan Google Play.
Baca Juga: Menjalani Hidup Sehat Bagi Penderita Diabetes
Referensi:
Infodatin, Pusat Data Dan Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2014
Sitompul.Y, Budiman, Dkk, Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, 2015
Andrew J.M.B., David G.A., dkk, American Diabetes Association, 2018
American Diabetes Association, 2019
Direktorat Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kemenkes RI, 2019
Anda mungkin juga tertarik