Mengenal Toxic Positivity: Penyemangat yang Menjatuhkan

Ditinjau oleh dr. Nanda L Prasetya, MMSc • 07 Jan 2021

Bagikan

Penyemangat yang Menjatuhkan, Toxic Positivity Adalah?

Toxic positivity adalah istilah yang mungkin masih terdengar asing di telinga Anda. Coba bayangkan, suatu hari Anda pulang dari kantor setelah seharian atasan Anda memarahi Anda Anda lalu bercerita pada teman Anda betapa menyebalkannya hari itu dan teman Anda berkata “Kamu masih beruntung punya pekerjaan, di luar sana banyak sekali orang yang kesulitan mencari pekerjaan.”

Kata-kata tersebut mungkin benar dan sangat positif, namun bukannya merasa lega, Anda mungkin semakin merasa tidak nyaman. Anda mungkin mengalami toxic positivity.

Apa Itu Toxic Positivity?

Toxic positivity merupakan sebuah konsep yang ‘memaksa’ manusia untuk terus merasa bahagia, apapun keadannya. Pemikiran positif memang diperlukan agar seseorang dapat terus menjalani hidup di tengah kesulitan yang sedang dialami.

Namun terlalu banyak menghujani diri dengan kalimat positif dan memaksakan diri untuk selalu positif bukanlah hal yang baik untuk dilakukan. Sejatinya, manusia tidak hanya merasakan perasaan ‘positif’ seperti bahagia, namun juga perasaan ‘negatif’ seperti marah, iri, dan tidak percaya diri.

Fenomena toxic positivity disebabkan karena manusia tidak mau dipandang buruk oleh lingkungannya. Lingkungan sosial, terlebih lagi dengan munculnya sosial media, cenderung menganggap seseorang yang menceritakan pengalaman atau perasaan-perasaan seperti sedih, marah, dan kecewa adalah orang yang ‘buruk’.

Hal ini terbukti dengan populernya kata-kata seperti “Tetap berpikir positif”, “Semuanya akan baik-baik saja pada akhirnya”, “Jangan khawatir, tetaplah merasa bahagia”,

Dan kalimat-kalimat serupa yang memberikan impresi baik bagi orang yang mengunggahnya di sosial media. Selain itu, toxic positivity juga terjadi karena seseorang takut untuk merasa tersakiti atau tidak bahagia.

Contoh Perilaku Toxic Positivity

Toxic positivity sangat umum dialami, bahkan mungkin semua orang pernah mengalaminya dan tak hanya sekali-dua kali dalam hidupnya. Jika Anda mengalami atau merasakan hal tersebut, mungkin Anda sedang mengalaminya.

  • Menyembunyikan perasaan sebenarnya
  • Mencoba mengabaikan atau menyingkirkan suatu perasaaan
  • Merasa bersalah karena merasa sesuatu
  • Merendahkan cerita ‘negatif’ orang lain dengan kata-kata seperti “Teruslah berpikir positif!” atau bahkan mencemooh orang tersebut
  • Selalu berusaha memberi nasihat ketimbang mendengarkan cerita seseorang

Emosi ‘negatif’ apabila terus ditekan untuk merasa ‘bahagia’, emosi itu tidak akan menghilang, namun semakin membesar. Emosi ‘negatif’ yang terpendam ini akan memberikan dampak buruk seperti rasa malu untuk mengungkapkan perasaan, tersupresinya suatu emosi yang menyebabkan stress, bahkan dapat menimbulkan permasalahan dalam hubungan.

Baca Juga: Waspadai Tanda Toxic Relationship Beserta Cara untuk Keluar Darinya

Cara Mengatasi Toxic Positivity

Untuk mengatasi toxic positivity terhadap diri sendiri, Anda mungkin dapat mencoba untuk menyeimbangkan perasaan-perasaan yang Anda rasakan, baik perasaan positif dan negatif.

Anda juga perlu menerima perasaan Anda dengan menceritakannya kepada orang yang tepat. Bercerita akan meringankan beban yang Anda rasakan. Pastikan Anda bercerita dengan orang yang tepat yang mampu mendengarkan tanpa menghakimi.

Anda perlu membuat batasan dengan orang yang sering menghakimi cerita Anda, salah satunya dengan meminta mereka untuk tidak menghakimi Anda setelah Anda bercerita.

Nyatanya, emosi tidak dapat digolongkan menjadi negatif atau positif. Emosi membantu manusia untuk memproses suatu pengalaman. Contohnya perasaan khawatir sebelum ujian menandakan bahwa Anda merasa ujian sesuatu yang penting atau apabila Anda sedih karena kehilangan seseorang, hal itu menandakan bahwa Anda memiliki pengalaman berharga bersama orang tersebut.

Tak hanya itu, emosi juga membantu manusia untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Daripada menyingkirkan perasaan tersebut, lebih baik belajar untuk menerimanya. Dengan begitu, Anda akan memahami diri Anda dan orang-orang sekitar Anda.

 

Cukup sekian informasi yang dapat tim aido berikan, semoga bermanfaat.

Untuk mengetahui lebih lanjut seputar kesehatan, Anda bisa video call langsung dengan dokter di aplikasi kesehatan Aido Health. Download aplikasi Aido Health di App Store dan Google Play.

Baca Juga: Quarter-Life Crisis: Kecemasan Remaja Saat Beranjak Dewasa

 

Referensi:

1. Quintero S, Long J. Toxic positivity: the dark side of positive vibes [internet]. The Psychoogy Grou Fort Lauderdale; [cited 2020 Jul 22]. Available from: https://thepsychologygroup.com/toxic-positivity/

2. Lukin K. Toxic positivity: don’t always look on the bright side [internet]. Psychology Today; 2019 Aug 1 [cited 2020 Jul 22]. Available from: https://www.psychologytoday.com/us/blog/the-man-cave/201908/toxic-positivity-dont-always-look-the-bright-side

3. Rodie C. Happy or hurting? [internet]. The University of Melbourne; 2019 Oct [cited 2020 jul 22]. Available from: https://psychologicalsciences.unimelb.edu.au/__data/assets/pdf_file/0009/3184560/1168674733.pdf

4. Gillespie C. What is toxic positivity – and why are experts saying it’s dangerous right now? [internet]. Health; 2020 May 22 [cited 2020 Jul 22]. Available from: https://www.health.com/condition/infectious-diseases/coronavirus/what-is-toxic-positivity

Bagikan artikel ini