09 Oct 2019 • Tips Kesehatan
Ditulis oleh: dr. Yonathan Heru Suhalim
Telah di review oleh: dr. Roy Panusunan Sibarani Sp.PD-KEMD, FES
Analisis HbA1C
pada darah penderita diabetes dapat memberikan gambaran tentang rata-rata kadar
gula darah selama 120 hari terakhir dimana sesuai dengan umur dari sel darah
merah.
Saat ini HbA1c
sudah menjadi standar emas untuk pemeriksaan awal diabetes dan pemantauan hasil
pengobatan diabetes terutama untuk diabetes tipe 2.
Apa itu HbA1c?
Menurut sejarah,
HbA1c pertama kali diisolasi pada tahun 1958 oleh Huisman lalu pada tahun 1969,
Rahbar menemukan terjadinya peningkatan kadar HbA1c pada penderita diabetes.
Pada tahun 1980an, pemeriksaan HbA1c diperkenalkan secara luas dan menjadi
acuan untuk memantau kadar gula darah pada penderita diabetes.
Hemoglobin A1c
atau HbA1c adalah komponen dari hemoglobin yang terpapar dengan gula. HbA1c
disebut sebagai glikosilasi atau hemoglobin glikosilasi atau glycohemoglobin. Hemoglobin adalah zat
pembawa oksigen yang memberikan warna merah pada sel darah merah dan juga
merupakan protein terbanyak dalam sel darah merah.
Konsentrasi
HbA1c tergantung pada konsentrasi gula darah dan usia sel darah merah. Kontrol
gula darah yang baik berhubungan dengan menurunnya komplikasi Diabetes Melitus.
Penggunaan HbA1c pertama kali dicanangkan pada tahun 1985. Setelah banyak
informasi tersedia untuk mendiagnosa diabetes, WHO (World health Organization) bersama dengan IDF (International Diabetes Federation) mengadakan pertemuan pada tahun
2005 untuk memperbaharui rekomendasi untuk diagnosis.
Pengendalian DM
tipe 1 dengan HbA1C yang baik dapat mengurangi komplikasi kronik DM antara
20–30%. Bahkan hasil dari The United
Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) menunjukkan setiap penurunan 1%
dari HbA1C (misal dari 9 ke 8%), akan menurunkan risiko komplikasi.
Jadi pada
penggunaan dengan HbA1C ini akan menggambarkan kadar gula darah seseorang
selama 3 bulan terakhir. Berbeda dengan alat periksa gula darah harian yang
hanyak akan mengecek gula darah orang tersebut pada saat itu. Jadi sebagai
contoh jika seseeorang baru saja mengonsumsi makanan manis seperti kue, maka saat
dia memeriksa gula darah pada waktu tersebut, tentu akan tinggi dan belum tentu
kadar HbA1c orang tersebut akan tinggi pada saat itu juga. Oleh karena itu,
pemeriksaan HbA1c ini lebih akurat jika dibandingkan dengan pengecekan gula
darah sewaktu dengan menggunakan Glucometer.
Menurut konsensus dari Perhimpunan endokrinologi Indonesia (PERKENI), untuk
melihat hasil terapi dan rencana perubahan terapi, HbA1c diperiksa setiap 3
bulan,
atau tiap bulan pada keadaan HbA1c yang
sangat tinggi (> 10%). Pada pasien yang telah mencapai sasaran terapi
disertai kendali gula darah yang stabil, HbA1C diperiksa paling sedikit 2 kali dalam
1 tahun. HbA1C tidak dapat dipergunakan sebagai alat untuk evaluasi pada
kondisi tertentu, seperti: anemia (kekurangan darah), hemoglobinopati (kelainan
pada hemoglobin), riwayat transfusi darah 2-3 bulan terakhir, keadaan lain yang
mempengaruhi umur sel darah merah dan gangguan fungsi ginjal.
Terdapat juga parameter yang menyebutkan bahwa kriteria pengendalian
DM adalah saat kadar HbA1c <7%, Oleh karena itu parameter inilah yang
digunakan untuk menentukan pasien tersebut sudah memiliki gula darah yang
terkontrol selama 3 bulan terakhir dan menjadi tujuan dari pasien.
Referensi:
PB PERKENI; konsensus pengelolaan dan pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di Indonesia 2015
S. L. Sherwani, H. A. Khan; Biomarker Insights 2016
E. J. Gallagher, D. L. Roith; Journal of Diabetes 2009