Kesehatan Mental
Apakah Anda pernah sakit perut sebelum tampil berbicara di depan banyak orang? Mual dan muntah saat cemas mengenai suatu hal? Atau diare sebelum suatu ujian penting?
Fenomena-fenomena di atas disebut gangguan sistem pencernaan fungsional. Gangguan pencernaan fungsional ini dialami oleh 35-70% orang pada suatu fase di hidup mereka, dengan proporsi wanita lebih sering dibandingkan pria. Gangguan ini tidak disebabkan oleh adanya kerusakan fisik pada sistem pencernaan (seperti infeksi atau kanker), tetapi menimbulkan keluhan seperti nyeri.
Faktor gangguan pencernaan
Berbagai faktor biologis, psikologis, dan sosial memengaruhi timbulnya gangguan sistem pencernaan fungsional. Namun, beragam studi menyebutkan bahwa stres memiliki peran yang cukup penting.
Hubungan antara stres psikologis dan gangguan pencernaan kompleks dan bersifat dua arah: stres dapat memicu dan memperparah gangguan pencernaan, dan sebaliknya. Oleh karena itu, terapi psikologis sering turut diberikan sebagai kombinasi dalam pengobatan gangguan pencernaan.
Fungsi-fungsi tubuh seperti bernapas, tekanan darah, suhu tubuh diatur melalui sistem saraf otonom. Jaringan saraf yang kompleks ini terbentang dari otak ke organ-organ utama tubuh dan terbagi menjadi dua divisi.
Sistem saraf penyebab gangguan pencernaan
Sistem saraf simpatis memicu respons fight or flight dalam keadaan bahaya, sedangkan sistem saraf parasimpatis akan menenangkan tubuh setelah keadaan yang dianggap bahaya telah selesai. Sistem saraf simpatis dan parasimpatis juga berinteraksi dengan salah satu komponen sistem saraf otonom lainnya, yakni sistem saraf enterik.
Sistem saraf enterik membantu mengatur pencernaan. Terkadang, sistem saraf ini disebut sebagai "otak kedua" karena jenis sel-sel saraf dan zat kimia (neurotransmitter) yang ditemukan mirip dengan yang ditemukan di dalam otak.
Setelah merasa makanan telah sampai di saluran pencernaan, sel saraf akan memberikan sinyal ke sel otot untuk memulai proses kontraksi usus untuk mencerna makanan tersebut. Di sisi lain, sistem saraf enterik juga menggunakan neurotransmitter seperti serotonin untuk berkomunikasi dengan sistem saraf pusat (otak dan medula spinalis).
Hubungan stres dan gangguan pencernaan
Adanya sumbu otak-saluran pencernaan (brain-gut axis) menjelaskan mengapa beragam riset sering berupaya mencari hubungan antara stres dan masalah pencernaan. Ketika seseorang dalam keadaan stres sampai memicu sistem saraf simpatis, sistem pencernaan akan melambat atau berhenti agar tubuh dapat mengerahkan tenaga dalam menghadapi ancaman yang ada.
Contoh lainnya adalah dalam menghadapi stres sebelum berbicara di depan umum, proses pencernaan dapat melambat atau terganggu sementara sehingga menyebabkan sakit perut dan keluhan lainnya.
Tentunya, hal ini berjalan dua arah. Adanya masalah pencernaan yang menetap dan tak kunjung sembuh akan meningkatkan stres dan rasa cemas.
Terapi untuk meringankan gangguan pencernaan
Beberapa studi menyebutkan bahwa psikoterapi (terapi psikologis) dapat membantu meringankan gangguan pencernaan yang menetap; atau setidaknya membantu orang-orang hidup dengan keluhan tersebut. Beberapa psikoterapi yang dapat dicoba adalah:
1. Terapi kognitif-perilaku (Cognitive behavioral therapy)
Psikoterapi jenis ini membantu pasien dalam mengubah pikiran dan perilaku yang menghalangi mereka untuk produktif. Terapi ini juga membantu mereka mempelajari kemampuan untuk mengatur stres dan rasa cemas dengan lebih baik. Maka dari itu, terapi ini penting untuk membantu pasien bertahan dengan gangguan pencernaan yang menetap.
2. Terapi relaksasi
Terapi ini akan mengajarkan berbagai teknik untuk membantu orang tenang dan menurunkan sensitivitas terhadap stres. Beberapa tekniknya meliputi relaksasi otot, visualisasi, dan musik-musik yang membuat tenang. Terapi ini efektif untuk gangguan pencernaan saat dikombinasikan dengan terapi kognitif perilaku.
3. Hipnosis
Hipnoterapi yang ditujukan sistem pencernaan—yang mengkombinasikan relaksasi dengan sugesti positif pada fungsi sistem pencernaan—dapat berguna bagi orang-orang yang merasakan keluhan gangguan pencernaan meskipun tidak memiliki stressor tertentu.
Referensi
Stress and the sensitive gut [Internet]. US: Harvard Mental Health Letter; 2019 Aug [cited 2021 Feb]. Available from: health.harvard.edu/newsletter_article/stress-and-the-sensitive-gut
Anda mungkin juga tertarik