Bank Darah Rumah Sakit (BDRS): Adalah, Singkatan, Peran

Ditinjau oleh dr. Alvin Saputra • 30 May 2025

Bagikan

Bank Darah Rumah Sakit (BDRS): Adalah, Singkatan, Peran

Ketersediaan darah seringkali menjadi penentu krusial antara hidup dan mati bagi pasien. Tanpa pasokan darah yang aman dan memadai, operasi vital, penanganan trauma, pengobatan penyakit kronis seperti thalasemia yang membutuhkan transfusi berulang, hingga penanganan komplikasi kehamilan yang mengancam jiwa, semua bisa terhambat atau bahkan mustahil dilakukan.

Di balik sistem distribusi darah, terdapat sebuah sistem kompleks yang bekerja tanpa henti. Salah satu komponen paling krusial dalam sistem pelayanan darah ini adalah Bank Darah Rumah Sakit (BDRS). BDRS bukan sekadar gudang penyimpanan darah; ia adalah garda terdepan yang memastikan darah dengan kualitas tepat dan terjamin, sampai ke pasien pada momen yang paling krusial. Perannya BDRS sendiri sangat vital, ibarat jantung yang memompa kehidupan ke seluruh tubuh pelayanan kesehatan di sebuah rumah sakit.

Ketergantungan sistem kesehatan modern pada BDRS bukanlah sekadar kiasan. Gangguan sekecil apa pun pada operasional BDRS, seperti kekurangan stok darah atau keterlambatan dalam proses penyediaan, dapat memicu efek domino yang melumpuhkan pelayanan medis lainnya. Kondisi ini bisa diibaratkan sebagai "gagal jantung" bagi rumah sakit, di mana bukan hanya ketersediaan darah yang menjadi masalah, tetapi juga kecepatan dan keamanan pasokan darah yang secara langsung mempengaruhi angka morbiditas (kesakitan) dan mortalitas (kematian) pasien. Contohnya, keterlambatan beberapa menit saja dalam penyediaan darah dapat mengancam keselamatan jiwa pasien, terutama pada kasus-kasus gawat darurat seperti ibu hamil yang mengalami pendarahan hebat saat persalinan. Hal ini menegaskan bahwa BDRS adalah titik kritis yang strategis dalam keseluruhan rantai pasokan darah, yang efisiensinya sangat menentukan keberhasilan penanganan medis.

 

BDRS Adalah: Definisi dan Landasan Hukumnya

Untuk memahami secara utuh peran dan fungsi unit ini, penting untuk mengetahui secara jelas apa itu BDRS. BDRS adalah singkatan dari Bank Darah Rumah Sakit yang merupakan sebuah unit pelayanan yang bertanggung jawab untuk memastikan ketersediaan darah untuk transfusi yang aman, berkualitas, dan cukup untuk mendukung pelayanan kesehatan di rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya. Unit ini secara spesifik berperan sebagai penyedia darah transfusi yang aman dan memenuhi kebutuhan spesifik rumah sakit tempatnya bernaung.

Keberadaan dan operasional BDRS di Indonesia diatur secara ketat oleh kerangka peraturan perundang-undangan yang komprehensif. Salah satu regulasi terkini yang menegaskan peran krusial BDRS adalah Permenkes RI Nomor 14 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kesehatan. Regulasi ini menjadi landasan bagi operasional BDRS dalam mendukung pelayanan kesehatan. Sebelumnya, landasan hukum utama bagi BDRS adalah Permenkes Nomor 83 Tahun 2014 tentang Unit Transfusi Darah, Bank Darah Rumah Sakit, dan Jejaring Pelayanan Transfusi Darah. Peraturan ini secara eksplisit menegaskan bahwa setiap rumah sakit wajib memiliki BDRS (Pasal 40 Ayat 1).

Adanya Permenkes 14/2021 yang memperbaiki dan melengkapi Permenkes 83/2014 bukan sekadar perubahan nomor regulasi, melainkan cerminan dari komitmen berkelanjutan pemerintah untuk terus menyempurnakan kerangka hukum pelayanan darah. Perubahan ini mengindikasikan bahwa aspek keamanan, kualitas, dan ketersediaan darah senantiasa menjadi prioritas nasional. Pemerintah secara aktif berupaya meningkatkan standar dan memastikan bahwa BDRS beroperasi dalam kerangka yang paling aman dan efektif. Hal ini pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan keselamatan pasien, dengan memastikan bahwa setiap proses, mulai dari pengadaan hingga transfusi, dilakukan sesuai standar tertinggi.

 

Peran Krusial Bank Darah Rumah Sakit dalam Ekosistem Kesehatan Nasional

Bank Darah Rumah Sakit (BDRS) memegang peranan sentral dalam ekosistem pelayanan kesehatan di Indonesia, dengan fungsi-fungsi utama yang sangat terintegrasi untuk menjamin ketersediaan dan keamanan darah transfusi. BDRS bertanggung jawab penuh atas ketersediaan kantong darah untuk berbagai kebutuhan transfusi di rumah sakit. Kegiatan BDRS meliputi serangkaian proses yang cermat:

Penyediaan Darah

BDRS memastikan stok darah yang cukup untuk memenuhi berbagai kebutuhan medis, mulai dari operasi elektif yang terjadwal hingga kasus gawat darurat yang membutuhkan respons cepat.

Pengamanan Darah

Salah satu fungsi vital BDRS adalah melakukan pemeriksaan crossmatch (uji silang serasi) sebelum darah diberikan kepada pasien. Pemeriksaan ini krusial untuk memastikan kompatibilitas antara darah donor dan darah resipien, sehingga dapat mencegah reaksi transfusi yang tidak diinginkan dan berpotensi fatal. Penting untuk dicatat bahwa BDRS dilarang melakukan uji saring ulang Infeksi Menular Lewat Transfusi Darah (IMLTD) pada darah pendonor, karena uji saring ini sudah menjadi tanggung jawab Unit Transfusi Darah (UTD).

Penyimpanan Darah

Darah dan komponennya adalah produk biologis yang sangat sensitif terhadap suhu. BDRS menjaga darah dan komponennya, seperti Whole Blood, Packed Red Cell (PRC), Thrombocyte Concentrate (TC), Fresh Frozen Plasma (FFP), dan Cryoprecipitate, dalam kondisi suhu yang terkontrol ketat sesuai standar yang ditetapkan. Contohnya, Whole Blood umumnya disimpan pada suhu 2°C hingga 6°C dan memiliki masa simpan sekitar 35 hari, sementara Fresh Frozen Plasma disimpan pada suhu -30°C hingga -39°C dan dapat bertahan hingga 1 tahun. Kepatuhan terhadap standar suhu ini sangat penting karena komponen darah akan rusak jika berada di luar rentang yang diizinkan.

Pendistribusian Darah

Setelah darah dipastikan aman dan kompatibel, BDRS bertanggung jawab mendistribusikannya ke ruang perawatan pasien. Proses pengiriman ini dilakukan dengan prinsip rantai dingin (cold chain) untuk menjaga kualitas darah tetap optimal hingga sampai ke tangan pasien.

Pencatatan dan Pelaporan

Seluruh aktivitas terkait darah, mulai dari penerimaan, penyimpanan, hingga pendistribusian, harus didokumentasikan secara akurat. BDRS wajib melaksanakan pencatatan dan pelaporan kegiatan secara berkala untuk tujuan akuntabilitas dan audit.

BDRS tidak beroperasi secara independen, melainkan terintegrasi erat dengan Unit Transfusi Darah (UTD), yang di Indonesia umumnya dioperasikan oleh Palang Merah Indonesia (PMI). Setiap rumah sakit diwajibkan memiliki BDRS. UTD memiliki peran yang lebih luas, meliputi perencanaan, pengerahan dan pelestarian pendonor darah, penyediaan darah, pengamanan, pengolahan, penyimpanan, dan pendistribusian darah ke berbagai fasilitas kesehatan. BDRS kemudian menerima darah dari UTD dan bertanggung jawab atas pengelolaan dan pendistribusiannya di tingkat rumah sakit. Kolaborasi yang kuat antara BDRS dan UTD ini sangat penting untuk memastikan ketersediaan darah yang stabil, terutama untuk golongan darah langka atau saat jumlah donor sedang rendah.

Pentingnya kepatuhan terhadap Standar Prosedur Operasional (SOP) dan regulasi adalah kunci utama efektivitas BDRS. Hal ini menciptakan rantai pasokan darah yang terstandardisasi dan aman dari donor hingga pasien, memastikan konsistensi kualitas dan keamanan, meminimalkan risiko kesalahan, dan pada akhirnya membangun kepercayaan publik terhadap sistem transfusi darah nasional.

Dampak langsung BDRS terhadap keselamatan pasien dan efektivitas pelayanan medis sangat signifikan. Keberadaan unit BDRS di rumah sakit diharapkan dapat menjadi solusi cepat bagi pasien yang membutuhkan transfusi darah. Pemenuhan kebutuhan darah dari stok yang tersedia di BDRS jauh lebih cepat dibandingkan dengan proses permintaan ke PMI, yang dapat memakan waktu lebih lama karena melibatkan serangkaian prosedur yang lebih panjang. 

 

Tantangan Menjaga Ketersediaan Darah di BDRS

Meskipun perannya sangat vital, Bank Darah Rumah Sakit (BDRS) di Indonesia menghadapi berbagai tantangan kompleks yang menghambat optimalisasi pelayanannya. Tantangan-tantangan ini mencakup kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan darah, masalah logistik dan penyimpanan, keterbatasan sumber daya manusia, hingga isu kepatuhan regulasi.

Kesenjangan Kebutuhan dan Ketersediaan Darah

Indonesia masih bergulat dengan defisit pasokan darah nasional. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kebutuhan minimal kantong darah di setiap negara idealnya adalah 2% dari total populasi. Dengan populasi Indonesia yang mencapai sekitar 277,75 juta jiwa pada tahun 2022, kebutuhan darah diperkirakan mencapai 5,56 juta kantong per tahun. Berbagai sumber lain menyebutkan angka kebutuhan yang sedikit bervariasi, namun intinya, target ideal jauh dari realita saat ini.

Produksi darah dan komponennya di Indonesia saat ini hanya sekitar 4,1 juta kantong dari 3,4 juta donasi per tahun. Bahkan per 5 Agustus 2024, stok darah PMI baru mencapai 91 ribu kantong, sementara target ideal adalah 7 juta kantong per tahun. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin juga mengakui bahwa saat ini baru tercapai sekitar 4 juta kantong darah setiap tahun, jauh dari target 5,6 juta kantong per tahun yang dibutuhkan. Secara umum, terdapat kekurangan yang luas antara kebutuhan dan persediaan darah, yang mengakibatkan banyak pasien meninggal atau menderita karena tidak mempunyai akses terhadap darah dan produk darah yang dibutuhkan.

Faktor-faktor penyebab utama kesenjangan ini meliputi:

  • Kesadaran dan Motivasi Donor: Masih banyak mispersepsi dan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pentingnya donor darah serta prosesnya yang aman.

  • Logistik Pengadaan: Permintaan dan ketersediaan darah seringkali tidak pasti dan sulit dikontrol, menyebabkan pasokan bisa habis saat permintaan tinggi atau justru kadaluarsa jika terlalu lama disimpan.

Tantangan Logistik dan Penyimpanan

Manajemen logistik darah di BDRS memiliki kompleksitas tersendiri:

  • Persyaratan Suhu dan Rantai Dingin: Darah dan komponennya sangat sensitif terhadap suhu. Penyimpanan harus dilakukan pada suhu yang sangat spesifik dan terkontrol ketat. Komponen darah akan rusak jika berada di bawah atau di atas suhu yang telah ditentukan.

  • Manajemen Stok dan Risiko Kadaluarsa: Menjaga keseimbangan antara permintaan dan pasokan merupakan tantangan besar. Kesulitan ini dapat menyebabkan stockout (kekosongan stok) saat dibutuhkan atau overstock (kelebihan stok) yang berujung pada kadaluarsa darah.

  • Distribusi dan Transportasi ke Ruang Perawatan: Sistem distribusi atau transportasi yang tidak memadai dapat menghambat pengantaran darah yang cepat dan aman ke pasien.

Tantangan Sumber Daya Manusia (SDM)

Kualitas dan kuantitas SDM di BDRS juga menjadi hambatan signifikan:

  • Kekurangan Staf Terlatih dan Kompeten: Pelayanan transfusi darah harus dilaksanakan oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompeten. Namun, seringkali terjadi kekurangan staf terlatih dalam manajemen logistik dan pelayanan darah secara umum di rumah sakit.

  • Pentingnya Pelatihan dan Pengembangan Berkelanjutan: Staf BDRS perlu dilatih secara khusus untuk persiapan keadaan darurat dan untuk memastikan kepatuhan terhadap Standar Prosedur Operasional (SOP) yang konsisten. Kurangnya pelatihan dan pengembangan staf dapat menurunkan kualitas pelayanan.

  • Konsistensi SOP dan Motivasi Staf: Implementasi SOP di tingkat dasar adalah kunci keberhasilan, namun seringkali proses tidak konsisten antar departemen. Rendahnya motivasi staf juga dapat menjadi masalah.

Tantangan SDM ini secara langsung mengancam keamanan dan kualitas pelayanan transfusi darah. Oleh karena itu, investasi pada pelatihan berkelanjutan, pengembangan SOP yang jelas, dan program motivasi staf adalah investasi langsung pada keselamatan pasien.

Tantangan Regulasi dan Kepatuhan

Meskipun Indonesia memiliki regulasi yang kuat untuk pelayanan darah, implementasinya masih menghadapi kendala:

  • Penerapan Permenkes Terkait Pelayanan Darah: Meskipun ada regulasi seperti Permenkes 83/2014 dan 91/2015 yang mengatur standar pelayanan, implementasi di lapangan masih menghadapi tantangan.

  • Dampak Birokrasi dan Koordinasi Antarlembaga: Proses pengadaan darah yang rumit dan birokrasi yang panjang dapat memperlambat ketersediaan darah. Selain itu, kurangnya koordinasi antara berbagai tingkat pelayanan kesehatan, seperti antara UTD dan BDRS, juga menjadi hambatan.

 

Inovasi dan Solusi: Masa Depan BDRS yang Lebih Baik

Menghadapi berbagai tantangan yang kompleks, inovasi dan adopsi teknologi sangat penting untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi Bank Darah Rumah Sakit (BDRS) di Indonesia. Teknologi bank darah terus berkembang pesat untuk memastikan ketersediaan dan keamanan pasokan darah yang memadai bagi keperluan medis. Pemanfaatan teknologi modern dapat merevolusi operasional BDRS, dimulai dengan Sistem Informasi Bank Darah (SIBD) yang meningkatkan akurasi, kecepatan, dan efisiensi dalam pengelolaan data donor serta riwayat kesehatan. 

Otomatisasi proses juga memegang peran krusial, meliputi pengumpulan darah (apheresis), analisis dan pengujian darah, transportasi. Selain itu, pendekatan Internet of Things (IoT) dan Kecerdasan Buatan (AI) memungkinkan analyzer darah terhubung langsung ke sistem informasi laboratorium (LIMS) untuk akses jarak jauh dan potensi percepatan transfusi darurat di masa depan. Adopsi teknologi ini membawa berbagai manfaat langsung pada kualitas pelayanan BDRS, termasuk akurasi dan kecepatan identifikasi jenis darah, penyimpanan data yang efisien, manajemen persediaan yang lebih baik dengan akses real-time, pelacakan jejak darah (traceability) dari donor hingga penerima, serta keamanan dan privasi data yang terjamin. 

Secara keseluruhan, inovasi ini secara fundamental meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem bank darah. Selain teknologi, upaya peningkatan kesadaran masyarakat dan kolaborasi multipihak sangat esensial. Ini termasuk peningkatan kampanye donor darah yang lebih aktif dan masif, program donor darah berkala dengan insentif, edukasi berkelanjutan untuk menghapus mitos negatif, serta kolaborasi kuat antara PMI, pusat kesehatan, dan komunitas. 

 

Kesimpulan: Komitmen Bersama untuk Darah yang Aman dan Tersedia

Bank Darah Rumah Sakit (BDRS) adalah tulang punggung pelayanan transfusi darah di Indonesia, memainkan peran krusial dalam memastikan ketersediaan darah yang aman, berkualitas, dan tepat waktu bagi pasien. Keberadaan dan operasionalnya diatur secara ketat oleh regulasi nasional, menjadikannya unit yang tak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan.

Meskipun perannya sangat vital, BDRS menghadapi berbagai tantangan signifikan. Kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan darah nasional masih jauh dari ideal, dengan defisit jutaan kantong darah setiap tahun yang berdampak langsung pada keselamatan jiwa pasien. Tantangan logistik dan penyimpanan yang menuntut rantai dingin ketat, keterbatasan sumber daya manusia yang kompeten, serta isu dalam kepatuhan regulasi dan koordinasi antar lembaga, semakin memperumit situasi.

Mengatasi tantangan ini membutuhkan pendekatan holistik dan kolaborasi multipihak yang kuat. Pemerintah memiliki peran dalam menyempurnakan regulasi dan memberikan dukungan kebijakan. Fasilitas kesehatan harus berinvestasi dalam implementasi teknologi canggih dan peningkatan kapasitas SDM. Sementara itu, masyarakat memiliki tanggung jawab besar melalui peningkatan kesadaran dan partisipasi aktif dalam donor darah sukarela secara rutin.

Inovasi teknologi, seperti sistem informasi bank darah yang terintegrasi, otomatisasi proses pengumpulan dan pengujian, serta pemanfaatan Internet of Things (IoT) dan Kecerdasan Buatan (AI), menawarkan solusi yang menjanjikan. Teknologi ini dapat meningkatkan efisiensi, akurasi, dan keamanan operasional BDRS, sekaligus memfasilitasi manajemen stok yang lebih baik dan pelacakan darah yang transparan dari donor hingga resipien. Pada akhirnya, ketersediaan darah yang aman dan memadai adalah tanggung jawab bersama, sebuah investasi kolektif untuk kesehatan dan masa depan bangsa.

Memahami kompleksitas dan vitalnya peran BDRS adalah langkah pertama menuju pelayanan kesehatan yang lebih baik dan responsif. Jika Anda atau institusi Anda membutuhkan solusi komprehensif untuk mengoptimalkan manajemen Bank Darah Rumah Sakit, mulai dari sistem informasi terintegrasi, pelatihan SDM, hingga strategi peningkatan ketersediaan darah, jangan ragu untuk menghubungi AIDO untuk integrasi fasilitas kesehatan Anda dengan RME dan SIMRS yang terintegrasi dengan SATU SEHAT.

Tag :
Bagikan artikel ini