HIS
Komunikasi yang efektif merupakan pondasi utama dalam dunia kesehatan. Di balik setiap tindakan medis, terdapat proses komunikasi yang menentukan keselamatan dan kualitas pelayanan pasien. Sayangnya, miskomunikasi antar tenaga medis masih menjadi penyebab utama terjadinya insiden keselamatan pasien di berbagai fasilitas kesehatan, baik rumah sakit maupun klinik. Data dari Joint Commission International (JCI) menunjukkan bahwa lebih dari 60% kejadian sentinel di rumah sakit berkaitan dengan kegagalan komunikasi. Oleh karena itu, diperlukan standar komunikasi yang jelas, ringkas, dan mudah dipahami oleh seluruh anggota tim medis. Salah satu metode yang kini banyak diterapkan secara global adalah SBAR.
SBAR adalah singkatan dari Situation, Background, Assessment, Recommendation. Metode ini merupakan alat bantu komunikasi terstruktur yang dirancang untuk memudahkan pertukaran informasi penting antar tenaga kesehatan, terutama saat melakukan handover, konsultasi, atau pelaporan kondisi pasien.
SBAR pertama kali dikembangkan oleh Angkatan Laut Amerika Serikat sebagai protokol komunikasi dalam situasi kritis. Melihat efektivitasnya, metode ini kemudian diadaptasi ke dunia kesehatan pada awal tahun 2000-an dan kini telah menjadi standar komunikasi di banyak rumah sakit di seluruh dunia, termasuk Indonesia. SBAR dianggap mampu menekan risiko miskomunikasi, mempercepat pengambilan keputusan, dan meningkatkan kolaborasi antar profesi medis.
Agar implementasi SBAR benar-benar efektif dalam praktik sehari-hari di fasilitas kesehatan, setiap tenaga medis perlu memahami secara mendalam keempat komponennya. Setiap bagian dari SBAR memiliki peran penting dalam memastikan informasi yang disampaikan tidak hanya lengkap, tetapi juga relevan dan mudah ditindaklanjuti.
Bagian ini adalah pembuka komunikasi yang berfungsi menyampaikan inti masalah secara ringkas dan langsung pada pokok persoalan. Dengan menyebutkan nama pasien, usia, lokasi, serta kondisi terkini, penerima pesan dapat segera memahami urgensi situasi tanpa harus menebak-nebak.
Contohnya adalah, “Pasien atas nama Bapak Ahmad, usia 65 tahun, mengalami sesak napas mendadak.”
Pada tahap ini, tenaga kesehatan diharapkan tidak memberikan penjelasan panjang lebar, melainkan fokus pada apa yang sedang terjadi saat itu. Hal ini sangat penting terutama dalam situasi darurat, ketika waktu menjadi faktor krusial.
Setelah situasi dijelaskan, langkah berikutnya adalah memberikan konteks atau latar belakang yang relevan dengan kondisi pasien. Informasi yang diberikan bisa berupa riwayat penyakit, hasil pemeriksaan sebelumnya, pengobatan yang sedang dijalani, atau kejadian penting lain yang mempengaruhi situasi saat ini. Contohnya adalah, “Pasien memiliki riwayat penyakit jantung koroner dan baru saja menjalani operasi bypass dua minggu lalu.”
Bagian background membantu penerima pesan untuk memahami mengapa situasi tersebut bisa terjadi, serta memperkirakan kemungkinan komplikasi atau faktor risiko yang harus diwaspadai.
Assessment merupakan penilaian klinis berdasarkan data objektif maupun subjektif yang ditemukan oleh tenaga kesehatan. Pada tahap ini, sampaikan hasil observasi, vital sign, temuan fisik, atau interpretasi klinis yang relevan dengan situasi.
Contohnya adalah, “Tekanan darah pasien turun menjadi 90/60 mmHg, saturasi oksigen 88%, dan terdapat ronki basah pada kedua paru.”
Assessment yang jelas akan membantu dokter atau tenaga medis lain dalam mengambil keputusan yang tepat dan cepat, karena mereka mendapatkan gambaran lengkap tentang kondisi pasien saat ini.
Tahap terakhir adalah memberikan rekomendasi atau usulan tindakan yang dibutuhkan selanjutnya. Rekomendasi harus spesifik, realistis, dan sesuai kebutuhan pasien. Ini bisa berupa permintaan pemeriksaan tambahan, tindakan medis segera, atau instruksi lanjutan.
Contohnya adalah, “Saya merekomendasikan pemberian oksigen tambahan dan segera dilakukan pemeriksaan EKG.”
Mengikuti alur SBAR membuat komunikasi antar tenaga kesehatan menjadi sistematis, terarah, dan efisien. Informasi penting tidak mudah terlewatkan, setiap anggota tim paham perannya, dan keputusan klinis dapat diambil dengan dasar data yang kuat. Di tengah dinamika dunia medis yang serba cepat, SBAR menjadi jembatan komunikasi yang kokoh demi keselamatan pasien.
Penerapan metode komunikasi SBAR telah terbukti membawa perubahan signifikan di berbagai fasilitas kesehatan, baik rumah sakit maupun klinik. Dengan struktur yang jelas dan sistematis, SBAR tidak hanya meningkatkan kualitas komunikasi antar tenaga medis, tetapi juga berdampak langsung pada keselamatan pasien dan efisiensi kerja tim. Berikut adalah beberapa manfaat utama dari penerapan SBAR:
Keselamatan pasien merupakan prioritas utama dalam pelayanan kesehatan. Salah satu penyebab utama terjadinya insiden keselamatan pasien adalah miskomunikasi antar tenaga medis, terutama saat serah terima pasien (handover) atau konsultasi kasus kritis. Dengan SBAR, setiap informasi penting mengenai kondisi pasien disampaikan secara runtut dan tidak ada detail yang terlewatkan. Hal ini membantu mencegah kesalahan diagnosis, pengobatan yang salah, atau tindakan medis yang tidak sesuai, sehingga risiko cedera atau komplikasi pada pasien dapat ditekan seminimal mungkin.
SBAR memberikan acuan yang sama bagi seluruh anggota tim medis dalam bertukar informasi. Setiap orang tahu urutan dan isi pesan yang harus disampaikan—mulai dari situasi, latar belakang, penilaian, hingga rekomendasi. Standarisasi ini membuat pesan menjadi lebih jelas, mudah dipahami, dan mengurangi kemungkinan interpretasi yang berbeda-beda. Dengan demikian, peluang terjadinya miskomunikasi atau salah paham antar tenaga kesehatan dapat diminimalkan.
Pelayanan kesehatan modern menuntut kolaborasi lintas profesi—dokter, perawat, apoteker, dan tenaga kesehatan lainnya harus bekerja sebagai satu tim. SBAR mendorong keterbukaan dan rasa saling percaya antar anggota tim, karena setiap orang diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapat dan temuan klinisnya secara terstruktur. Dengan komunikasi yang efektif, koordinasi antar profesi menjadi lebih lancar, sehingga keputusan medis bisa diambil dengan cepat dan tepat.
Di lingkungan fasilitas kesehatan yang dinamis dan penuh tekanan, waktu adalah hal yang sangat berharga. Proses handover atau konsultasi yang menggunakan SBAR menjadi jauh lebih singkat tanpa kehilangan detail penting. Tenaga medis tidak perlu lagi mencari-cari informasi tambahan atau meminta klarifikasi berulang kali, karena semua data yang dibutuhkan sudah terangkum dalam format SBAR. Efisiensi ini sangat bermanfaat, terutama dalam situasi darurat yang membutuhkan respons cepat.
Efektivitas SBAR bukan sekadar klaim, melainkan telah didukung oleh berbagai penelitian. Sebuah studi yang dipublikasikan di Journal of Patient Safety tahun 2018 menemukan bahwa penerapan SBAR mampu menurunkan insiden komunikasi buruk hingga 30% di unit gawat darurat. Penurunan ini berdampak langsung pada peningkatan keselamatan pasien dan kualitas layanan secara keseluruhan. Selain itu, banyak rumah sakit yang berhasil memperoleh akreditasi internasional setelah menerapkan SBAR sebagai standar komunikasi internal mereka.
Agar manfaat SBAR benar-benar terasa dalam praktik sehari-hari, tenaga kesehatan perlu membiasakan diri menggunakan format ini dalam berbagai situasi klinis. Salah satu contoh nyata adalah saat perawat harus melaporkan perubahan kondisi pasien kepada dokter jaga, terutama ketika terjadi perkembangan mendadak yang memerlukan penanganan segera. Berikut ini adalah ilustrasi kasus dalam implementasi SBAR di klinik atau rumah sakit.
Seorang perawat di ruang rawat inap mendapati bahwa salah satu pasien, Ibu Siti, menunjukkan gejala yang berbeda dari biasanya. Untuk memastikan dokter jaga dapat mengambil keputusan dengan cepat dan tepat, perawat tersebut menggunakan format SBAR saat berkomunikasi:
“Dokter, saya ingin melaporkan tentang Ibu Siti, pasien di ruang 301, yang tiba-tiba mengalami demam tinggi.” Pada tahap ini, perawat langsung menyampaikan inti masalah secara singkat dan jelas. Dokter yang menerima laporan pun langsung tahu siapa pasiennya, di mana lokasinya, dan apa masalah utamanya tanpa harus bertanya ulang.
“Ibu Siti dirawat karena infeksi saluran kemih dan sebelumnya suhu tubuhnya stabil.” Informasi latar belakang diberikan untuk membantu dokter memahami konteks kasus. Dengan mengetahui riwayat penyakit dan kondisi awal pasien, dokter bisa memperkirakan penyebab demam serta risiko komplikasi yang mungkin terjadi.
“Saat ini suhu tubuh 39°C, denyut nadi 110 kali/menit, tekanan darah 100/70 mmHg, dan pasien tampak lemas.” Assessment berisi data objektif hasil pengamatan atau pemeriksaan terbaru. Data vital sign dan kondisi fisik pasien disampaikan lengkap agar dokter memiliki gambaran menyeluruh tentang tingkat keparahan masalah.
“Saya sarankan pemeriksaan laboratorium ulang dan evaluasi kemungkinan komplikasi sepsis.” Perawat mengajukan saran tindakan lanjutan yang menurutnya dibutuhkan oleh pasien. Dengan rekomendasi yang spesifik, dokter dapat segera merespons dan menentukan langkah selanjutnya tanpa kebingungan.
Template SBAR Sederhana:
Komponen | Isi Pesan |
Situation | Jelaskan kondisi terkini pasien |
Background | Riwayat atau data pendukung |
Assessment | Temuan atau penilaian klinis |
Recommendation | Saran/tindakan lanjutan yang diharapkan |
Selain SBAR, format komunikasi dan dokumentasi yang umum digunakan di fasilitas kesehatan adalah SOAP. Keduanya sering digunakan dalam catatan medis, namun memiliki tujuan dan struktur yang berbeda.
SOAP adalah singkatan dari Subjective, Objective, Assessment, Plan. Format ini digunakan untuk mencatat perkembangan pasien secara kronologis dan terperinci, khususnya dalam rekam medis.
Subjective: Keluhan dan pengalaman pasien secara subjektif.
Objective: Hasil pemeriksaan fisik, laboratorium, atau penunjang lainnya.
Assessment: Analisis atau diagnosis sementara.
Plan: Rencana terapi atau tindak lanjut.
Berikut tabel perbandingan antara format SBAR dan SOAP:
Aspek | SBAR | SOAP |
Tujuan | Standar komunikasi antar tenaga kesehatan | Dokumentasi perkembangan pasien di rekam medis |
Struktur | Situation, Background, Assessment, Recommendation | Subjective, Objective, Assessment, Plan |
Fokus | Pertukaran informasi cepat & terstruktur | Catatan klinis lengkap & kronologis |
Penggunaan | Handover, konsultasi, pelaporan kondisi mendesak | Pencatatan harian, evaluasi terapi |
Keunggulan | Cepat, ringkas, mudah dipahami | Detail, menyeluruh, cocok untuk review kasus |
Kekurangan | Kurang detail untuk dokumentasi jangka panjang | Bisa terlalu panjang, kurang praktis untuk komunikasi lisan |
SBAR lebih tepat digunakan saat handover shift, konsultasi antar profesi, atau situasi darurat yang membutuhkan respons cepat.
SOAP ideal untuk pencatatan rekam medis harian, follow-up pasien, dan evaluasi rencana terapi secara detail.
Dengan memahami perbedaan ini, tenaga kesehatan dapat memilih format yang paling sesuai dengan kebutuhan situasi, sehingga komunikasi dan dokumentasi tetap optimal.
Walaupun SBAR sangat bermanfaat, implementasinya tidak selalu berjalan mulus. Beberapa tantangan yang sering ditemui di lapangan antara lain:
Kebiasaan Lama: Tenaga kesehatan yang sudah terbiasa dengan pola komunikasi informal kadang merasa canggung menggunakan SBAR.
Kurangnya Pelatihan: Tidak semua staf mendapatkan pelatihan formal tentang SBAR.
Waktu Terbatas: Dalam situasi sibuk, SBAR dianggap memakan waktu lebih lama dibanding komunikasi spontan.
Tips agar SBAR dapat diterapkan dengan baik:
Berikan pelatihan rutin dan simulasi penggunaan SBAR kepada seluruh staf.
Gunakan template SBAR tertulis atau digital untuk memudahkan pengisian.
Jadikan SBAR sebagai budaya kerja, bukan sekadar kewajiban administratif.
Libatkan manajemen untuk memberikan dukungan dan monitoring implementasi.
Di era digital, teknologi seperti SIM Klinik dan SIMRS sangat membantu dalam mendokumentasikan komunikasi berbasis SBAR maupun SOAP. Sistem ini menyediakan fitur template SBAR/SOAP yang bisa langsung diisi oleh tenaga kesehatan, sehingga komunikasi antar shift, antar profesi, maupun dokumentasi rekam medis menjadi lebih rapi dan terdokumentasi dengan baik.
Beberapa keunggulan integrasi SBAR dalam SIM Klinik/SIMRS:
Template otomatis yang memudahkan input data SBAR/SOAP secara cepat dan konsisten.
Audit trail agar semua komunikasi tercatat, sehingga mudah ditelusuri jika terjadi masalah.
Keamanan data untuk informasi pasien tersimpan aman dan hanya dapat diakses oleh pihak berwenang.
Kolaborasi real-time pada dokter, perawat, dan apoteker dapat saling melihat update kondisi pasien secara langsung.
Dengan dukungan teknologi, penerapan SBAR dan SOAP menjadi lebih efisien, akurat, dan sesuai standar akreditasi rumah sakit.
SBAR adalah metode komunikasi terstruktur yang telah terbukti meningkatkan keselamatan pasien dan efisiensi kerja tim medis. Dengan pemahaman yang baik tentang perbedaan SBAR dan SOAP, serta dukungan teknologi informasi seperti SIM Klinik dan SIMRS, fasilitas kesehatan dapat memastikan komunikasi yang efektif sekaligus dokumentasi yang akurat. Pada akhirnya, sinergi antara metode komunikasi yang baik dan teknologi akan membawa layanan kesehatan Indonesia menuju standar internasional.
Sudah saatnya fasilitas kesehatan Anda menerapkan komunikasi terstruktur demi keselamatan pasien dan efisiensi kerja tim medis. Ingin implementasi SBAR dan SOAP yang lebih mudah, aman, dan terdokumentasi rapi? Hubungi AIDO Health sekarang juga untuk solusi SIM Klinik dan SIMRS.
Anda mungkin juga tertarik