Apa itu PPRA Rumah Sakit

Ditinjau oleh dr. Alvin Saputra • 30 May 2025

Bagikan

Apa itu PPRA Rumah Sakit

Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) di rumah sakit adalah upaya krusial untuk menghadapi Resistensi Antimikroba (AMR), ancaman serius bagi kesehatan global.

AMR kini menjadi salah satu krisis kesehatan paling mendesak abad ke-21. Fenomena ini terjadi saat mikroba, seperti bakteri, virus, jamur, atau parasit, mengembangkan kemampuan untuk bertahan dan berkembang biak meski terpapar obat antimikroba. Akibatnya, infeksi yang dulunya mudah diobati kini sulit, bahkan mustahil disembuhkan. Ini meningkatkan risiko komplikasi, memperpanjang perawatan, melambungkan biaya, dan yang paling mengkhawatirkan, meningkatkan angka kematian pasien. Ancaman ini berpotensi membawa kita kembali ke era pra-antibiotik, di mana luka sederhana pun bisa berakibat fatal.

Dampak AMR bukan lagi ancaman masa depan, melainkan realitas pahit yang telah merenggut banyak nyawa. Pada 2019, 4,95 juta orang meninggal akibat infeksi yang resisten obat secara global, dengan 1,27 juta kematian di antaranya disebabkan langsung oleh AMR. Angka ini sangat mengkhawatirkan. Indonesia pun tak luput dari dampaknya. Di tahun yang sama, tercatat 34.500 kematian yang dapat diatribusikan langsung pada AMR di Indonesia, dan 133.800 kematian terkait AMR. Statistik ini menempatkan Indonesia pada peringkat ke-78 tertinggi dari 204 negara dalam hal tingkat mortalitas standar usia per 100.000 populasi yang terkait dengan AMR, serta menduduki posisi ke-5 tertinggi di Asia Tenggara.

Beban kematian akibat AMR di Indonesia seringkali tidak sepenuhnya disadari. Data menunjukkan bahwa jumlah kematian akibat AMR bahkan melampaui kematian akibat penyakit pencernaan, infeksi pernapasan dan tuberkulosis, penyakit pernapasan kronis, infeksi enterik, serta gangguan maternal dan neonatal pada 2019. Ini menandakan bahwa dampak AMR sebagai penyebab kematian seringkali tersembunyi, karena kematian mungkin dikaitkan dengan infeksi itu sendiri, bukan resistensi terhadap pengobatannya. Patogen utama yang berkontribusi pada beban AMR di Indonesia meliputi Escherichia coli (26.900 kematian terkait), Klebsiella pneumoniae (19.600), Acinetobacter baumannii (18.600), Staphylococcus aureus (13.800), dan Streptococcus pneumoniae (12.200). Patogen-patogen ini sering menyebabkan infeksi serius seperti infeksi peritoneal dan intra-abdominal, infeksi saluran pernapasan bawah, dan infeksi aliran darah.

Menghadapi krisis yang semakin mendesak ini, pemerintah Indonesia, sejalan dengan inisiatif kesehatan global seperti Rencana Aksi Global WHO (WHO Global Action Plan on AMR/GAP-AMR), telah mengambil langkah proaktif. Sejak 2015, pemerintah mewajibkan penerapan PPRA di setiap rumah sakit. PPRA hadir sebagai upaya sistematis dan terpadu untuk mencegah serta mengendalikan penyebaran mikroba resisten, sekaligus memastikan penggunaan antimikroba yang bijak dan bertanggung jawab. Ini adalah kunci untuk melindungi efektivitas obat-obatan vital dan menjaga kualitas pelayanan kesehatan, sekaligus berkontribusi pada keamanan kesehatan global secara keseluruhan.

 

Memahami PPRA: Definisi, Tujuan, dan Landasan Hukumnya

Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) adalah aktivitas terpadu yang bertujuan mencegah dan/atau menurunkan kejadian mikroba resisten. Ini mencakup dua pilar utama: penggunaan antimikroba secara bijak (sering disebut antimicrobial stewardship) dan pencegahan penyebaran mikroba resisten melalui peningkatan ketaatan terhadap prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI). PPRA adalah program menyeluruh yang melibatkan berbagai aspek operasional dan klinis di fasilitas pelayanan kesehatan. Konsep ini menekankan bahwa pengendalian resistensi tidak hanya bergantung pada cara antibiotik diresepkan, tetapi juga seberapa efektif infeksi dicegah agar tidak menyebar di lingkungan rumah sakit.

Tujuan PPRA sangat komprehensif dan berdampak luas pada kualitas pelayanan kesehatan. Tujuan utamanya adalah menekan laju perkembangan dan penyebaran mikroba yang resisten terhadap obat. Manfaatnya juga melampaui itu. Dengan mengendalikan resistensi, rumah sakit dapat memperbaiki sistem dan proses yang ada, yang pada akhirnya meningkatkan kepuasan pasien dan hasil klinis yang lebih baik. Program ini juga bertujuan mencegah toksisitas akibat penggunaan antibiotika yang tidak bijak, serta menurunkan biaya akibat penggunaan antibiotika yang tidak rasional, sehingga membantu efisiensi biaya operasional rumah sakit.

Lebih jauh, PPRA secara langsung berkontribusi pada penurunan risiko infeksi nosokomial (Healthcare-Associated Infections/HAIs), yaitu infeksi yang didapat selama perawatan di rumah sakit. Dengan memastikan penggunaan antibiotik secara tepat—meliputi pemilihan indikasi yang benar, pasien yang tepat, jenis obat yang sesuai, dosis yang optimal, dan durasi terapi yang memadai—PPRA meningkatkan standar perawatan pasien. Peningkatan pemahaman dan ketaatan staf medis melalui edukasi berkelanjutan juga menjadi kunci untuk memastikan tenaga kesehatan menggunakan antibiotik secara bijak dan mematuhi praktik PPI. Ini menunjukkan bahwa PPRA bukan hanya sekadar kepatuhan terhadap regulasi, tetapi merupakan pendorong utama peningkatan kualitas dan keselamatan pasien. Rumah sakit yang unggul dalam PPRA cenderung memiliki tingkat kepuasan pasien yang lebih tinggi, angka re-admission yang lebih rendah karena berkurangnya HAIs, dan potensi kinerja finansial yang lebih baik karena pengurangan durasi rawat inap dan biaya pengobatan.

Implementasi PPRA di Indonesia memiliki landasan hukum yang kuat, menunjukkan komitmen pemerintah dalam mengatasi ancaman AMR. Regulasi utama yang mewajibkan setiap rumah sakit untuk melaksanakan PPRA secara optimal adalah Permenkes No. 8/2015 tentang Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit. Selain itu, Permenkes No. 27/2017 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan sangat relevan karena PPI adalah pilar krusial PPRA. Terakhir, Permenkes No. 28/2021 tentang Pedoman Penggunaan Antibiotik memberikan panduan spesifik mengenai penggunaan antibiotik yang rasional.

 

Pilar-Pilar Utama PPRA: Fondasi Pengendalian yang Efektif

Keberhasilan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) di rumah sakit bertumpu pada beberapa pilar utama yang saling mendukung dan terintegrasi. Pilar-pilar ini membentuk kerangka kerja yang komprehensif untuk memastikan efektivitas program.

Komitmen Pimpinan

Dukungan dan komitmen penuh dari pimpinan atau direktur rumah sakit adalah fondasi utama keberhasilan PPRA. Komitmen ini harus diwujudkan melalui penetapan regulasi internal yang jelas, pembentukan organisasi pengelola PPRA, serta alokasi fasilitas, sarana, dan dukungan finansial yang memadai. Tanpa dukungan kepemimpinan yang kuat, program PPRA akan kesulitan mendapatkan sumber daya yang diperlukan dan menghadapi hambatan dalam implementasinya.

Tim PPRA

Pembentukan Tim PPRA di rumah sakit adalah langkah esensial. Tim ini bersifat multidisiplin, mencerminkan pendekatan kolaboratif yang diperlukan. Anggotanya biasanya terdiri dari dokter spesialis (seperti mikrobiologi klinik, penyakit infeksi), apoteker, perawat, petugas laboratorium, dan unsur manajemen. Ketua tim PPRA idealnya adalah seorang klinisi yang memiliki minat dan keahlian di bidang infeksi. Tim ini bertanggung jawab langsung kepada direktur rumah sakit dan memiliki tugas serta fungsi yang jelas dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi program.

Meskipun struktur tim PPRA dirancang untuk kolaborasi, implementasinya seringkali menghadapi tantangan dalam koordinasi antar disiplin. Perbedaan pemahaman antar departemen/SMF mengenai kebijakan penggunaan antibiotik, kurangnya komitmen, dan koordinasi yang tidak efektif dapat menghambat program. Peran dan tanggung jawab yang kurang jelas juga dapat memperparah masalah ini. Ini menunjukkan bahwa pembentukan tim saja tidak cukup; diperlukan strategi aktif untuk memupuk komunikasi inter-departemen, memperjelas tanggung jawab, dan memastikan pemahaman bersama. Sistem informasi yang terintegrasi dapat memainkan peran penting dalam menjembatani kesenjangan ini.

Penatagunaan Antimikroba (Antimicrobial Stewardship)

Penatagunaan antimikroba adalah inti dari PPRA, berfokus pada penggunaan antibiotik secara bijak dan bertanggung jawab. Tujuannya adalah memastikan bahwa antibiotik digunakan secara tepat indikasi, tepat pasien, tepat jenis obat, tepat dosis, tepat rute pemberian, dan tepat durasi. Hal ini dicapai melalui penetapan "Kebijakan Penggunaan Antibiotik di Rumah Sakit" dan penyusunan "Panduan Penggunaan Antibiotik Profilaksis dan Terapi" (PPAB) yang komprehensif. Pengendalian juga mencakup audit resep antibiotik secara berkala, serta re-evaluasi penggunaan antibiotik setelah 48-72 jam. Pendekatan ini bertujuan meminimalkan tekanan seleksi yang menyebabkan resistensi, sekaligus memastikan pasien menerima terapi yang paling efektif.

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)

Pencegahan penyebaran mikroba resisten adalah pilar krusial PPRA yang diwujudkan melalui upaya Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI). Ini mencakup penerapan prinsip kewaspadaan standar secara ketat, seperti kebersihan tangan yang optimal, penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai, dekontaminasi peralatan, menjaga kesehatan lingkungan, pengelolaan limbah medis yang benar, dan penatalaksanaan linen yang higienis. Selain itu, kewaspadaan berdasarkan transmisi (kontak, droplet, udara) juga harus diterapkan. Pasien yang terinfeksi atau membawa koloni mikroba resisten perlu diidentifikasi dengan cepat dan diisolasi. Pilar PPI ini sangat penting karena tanpa praktik pencegahan infeksi yang kuat, penggunaan antibiotik yang paling bijak sekalipun dapat tergerus oleh penyebaran cepat organisme resisten.

Surveilans

Surveilans merupakan komponen vital dalam PPRA, melibatkan pemantauan rutin terhadap pola penggunaan antibiotik (baik kuantitas maupun kualitas) dan tren resistensi mikroba. Data yang terkumpul dari surveilans ini sangat penting sebagai dasar evaluasi program dan pengambilan keputusan. Laboratorium mikrobiologi klinik memiliki peran krusial dalam proses ini, menyediakan data pola mikroba penyebab infeksi dan kepekaannya terhadap antibiotik secara berkala. Penekanan pada data lokal, seperti pola mikroba dan kepekaan antibiotik di rumah sakit tertentu, sangat penting; PPRA harus disesuaikan dengan konteks epidemiologi spesifik setiap rumah sakit.

Edukasi dan Penelitian

Peningkatan pemahaman dan kesadaran adalah kunci untuk mengubah perilaku. Oleh karena itu, edukasi dan pelatihan yang berkelanjutan tentang prinsip pengendalian resistensi antimikroba, penggunaan antibiotik secara bijak, dan ketaatan terhadap praktik pencegahan infeksi adalah vital. Edukasi ini harus ditujukan kepada seluruh tenaga kesehatan, bahkan diperluas hingga pasien serta keluarga. Selain edukasi, pengembangan penelitian di bidang pengendalian resistensi antimikroba juga menjadi bagian integral dari upaya PPRA.

Pelaporan dan Umpan Balik

Siklus perbaikan berkelanjutan dalam PPRA sangat bergantung pada sistem pelaporan dan umpan balik yang efektif. Komite PPRA bertanggung jawab untuk memberikan laporan evaluasi mengenai pencapaian program PPRA secara berkala, minimal dua kali setahun, kepada pimpinan rumah sakit. Hasil monitoring dan evaluasi digunakan untuk perbaikan kebijakan, pedoman, dan strategi PPRA di masa mendatang. Selain itu, umpan balik yang teratur dan terarah kepada peresep, apoteker, dan perawat mengenai pola penggunaan antibiotik dan tren resistensi sangat penting untuk mendorong perubahan perilaku klinis.

 

Strategi Implementasi PPRA di Rumah Sakit: Dari Kebijakan Menjadi Hal Nyata

Implementasi PPRA di rumah sakit adalah proses terstruktur yang memerlukan tahapan jelas untuk memastikan keberhasilannya, mengubah kebijakan menjadi aksi nyata yang berdampak pada pasien dan sistem kesehatan.

Langkah-langkah Praktis dalam Penerapan PPRA

Penerapan PPRA dimulai dari tahap persiapan yang matang hingga monitoring dan evaluasi berkelanjutan:

  • Tahap Persiapan: Dimulai dengan identifikasi kesiapan infrastruktur rumah sakit, termasuk kelengkapan fasilitas dan sarana penunjang. Pada tahap ini juga dilakukan identifikasi atau penyusunan kebijakan dan pedoman terkait pengendalian resistensi antimikroba, seperti pedoman praktik klinis untuk penyakit infeksi, Panduan Penggunaan Antibiotik (PPAB), pedoman manajemen spesimen mikrobiologi, pedoman pemeriksaan mikrobiologi dan pelaporan, serta pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI).

  • Tahap Pelaksanaan:

    • Peningkatan Pemahaman: Meliputi sosialisasi program PPRA secara menyeluruh kepada seluruh staf rumah sakit, serta sosialisasi dan pemberlakuan pedoman/panduan penggunaan antibiotik yang telah disusun.

    • Penetapan Pilot Project: Rumah sakit dapat memulai dengan menetapkan unit atau SMF (Staf Medis Fungsional)/bagian sebagai lokasi pilot project PPRA. Penanggung jawab dan tim pelaksana pilot project ditunjuk, dan rencana kegiatan PPRA untuk satu tahun disusun.

    • Implementasi Pilot Project: SMF yang ditunjuk akan menerapkan PPAB dan algoritma penanganan penyakit infeksi yang telah ditetapkan. Jika ditemukan kasus infeksi yang kompleks, forum kajian penyakit infeksi terintegrasi akan diadakan. Selama pilot project, data dasar kasus dikumpulkan dan dicatat. Data ini kemudian diproses dan dianalisis, termasuk pola penggunaan antibiotik (kuantitas dan kualitas), serta pola mikroba dan resistensinya. Hasil pilot project akan dipresentasikan kepada direksi rumah sakit, dan pedoman penggunaan antibiotik akan diperbarui.

    • Monitoring dan Evaluasi Berkala: Secara teratur dilakukan monitoring dan evaluasi terhadap laporan pola mikroba dan kepekaannya, serta pola penggunaan antibiotik secara kuantitas dan kualitas.

    • Pelaporan dan Anggaran: Hasil monitoring dan evaluasi dilaporkan kepada Kepala/Direktur rumah sakit untuk perbaikan kebijakan/pedoman/panduan dan rekomendasi perluasan penerapan PPRA. Tim PPRA juga bertanggung jawab mengajukan rencana kegiatan dan anggaran tahunan PPRA.

Peran Spesifik Setiap Profesional Kesehatan dalam Ekosistem PPRA

Keberhasilan PPRA adalah hasil dari kolaborasi multidisiplin yang kuat, di mana setiap profesional kesehatan memiliki peran spesifik.

Setiap unit dan profesi memiliki kontribusi yang tidak tergantikan:

  • SMF/Bagian: Bertanggung jawab menerapkan prinsip penggunaan antibiotik secara bijak dan kewaspadaan standar dalam praktik sehari-hari. Mereka juga mengoordinasikan program PPRA di dalam SMF/bagiannya, terlibat dalam penyusunan panduan penggunaan antibiotik, dan mengevaluasi penggunaan antibiotik bersama tim PPRA.

  • Bidang Keperawatan: Memiliki peran krusial dalam menerapkan kewaspadaan standar untuk mencegah penyebaran mikroba resisten, memastikan pemberian antibiotik yang benar, dan terlibat dalam pengambilan spesimen mikrobiologi secara aseptik yang akurat.

  • Instalasi Farmasi: Bertugas mengelola dan memastikan kualitas serta ketersediaan antibiotik yang tercantum dalam formularium rumah sakit. Mereka memberikan rekomendasi dan konsultasi, terlibat dalam manajemen pasien infeksius melalui review resep, kontrol dan monitoring penggunaan antibiotik, serta kunjungan ke ruang inap pasien bersama tim lainnya. Selain itu, petugas farmasi juga memberikan informasi dan edukasi tentang penggunaan antibiotik yang tepat, serta mengevaluasi penggunaannya bersama tim.

  • Laboratorium Mikrobiologi Klinik: Menyediakan layanan pemeriksaan mikrobiologi esensial untuk identifikasi patogen dan uji kepekaan antibiotik. Mereka memberikan rekomendasi dan konsultasi, terlibat dalam ronde pasien infeksius, serta menyediakan informasi periodik tahunan mengenai pola mikroba dan resistensinya. Pentingnya data lokal dari laboratorium ini tidak dapat dilebih-lebihkan; data ini adalah pendorong utama keputusan berbasis bukti dalam pemilihan antibiotik dan penyempurnaan kebijakan di rumah sakit.

  • Komite/Tim Pencegahan Pengendalian Infeksi (KPPI): Bertanggung jawab menerapkan kewaspadaan standar di seluruh rumah sakit. Mereka melakukan surveilans kasus infeksi yang disebabkan oleh mikroba multiresisten, melakukan kohorting atau isolasi untuk pasien yang terinfeksi, dan mengembangkan pedoman penanganan Kejadian Luar Biasa (KLB) mikroba multiresisten.

  • Komite/Tim Farmasi dan Terapi (KFT): Memiliki peran penting dalam pengembangan kebijakan dan pedoman penggunaan antibiotik rumah sakit. Mereka memantau kepatuhan terhadap kebijakan dan pedoman tersebut, serta mengevaluasi penggunaan antibiotik bersama tim PPRA.

Pengembangan dan Penerapan Pedoman Penggunaan Antibiotik (PPAB) dan Standar Prosedur Operasional (SOP)

Untuk memastikan konsistensi dan praktik berbasis bukti, PPRA memerlukan penyusunan Standar Prosedur Operasional (SOP) dan kebijakan yang jelas. Ini termasuk mekanisme konsultasi dengan tim PPRA sebelum meresepkan antibiotik tertentu. Pedoman Penggunaan Antibiotik (PPAB) harus dikembangkan secara detail, mencakup panduan tentang bagaimana menegakkan diagnosis penyakit infeksi, memilih jenis antimikroba yang tepat, menentukan dosis, rute, saat pemberian, dan durasi penggunaan yang optimal.

Yang paling penting, kebijakan ini harus didasarkan pada pedoman umum penggunaan antibiotik, pedoman pelayanan medis nasional, serta pola mikroba dan kepekaan lokal yang relevan dengan rumah sakit tersebut. Ketergantungan pada data lokal ini menunjukkan bahwa PPRA yang efektif tidak bisa menjadi program "satu ukuran untuk semua"; ia harus disesuaikan dengan konteks epidemiologi spesifik setiap rumah sakit.

 

Solusi Inovatif dan Praktik Terbaik untuk Mengatasi Tantangan

Untuk mengatasi hambatan dalam implementasi PPRA, diperlukan pendekatan terintegrasi dan inovatif, seringkali didukung oleh teknologi:

  • Peningkatan Koordinasi dan Komunikasi: Meningkatkan koordinasi, sosialisasi, dan forum diskusi tentang kebijakan PPRA secara internal dan eksternal rumah sakit sangat penting untuk membangun komitmen bersama. Ini termasuk memperjelas peran dan tanggung jawab setiap profesional kesehatan dalam tim PPRA.

  • Digitalisasi Proses PPRA: Era digital membawa angin segar bagi implementasi PPRA. Dengan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) atau Sistem Informasi Manajemen Klinik (SIM Klinik), berbagai kendala klasik dapat diatasi.

    • Integrasi Data Penggunaan Antibiotik: SIMRS memungkinkan pencatatan resep antibiotik secara otomatis dan real-time. Data ini dapat langsung diakses oleh tim PPRA untuk audit dan analisis.

    • Sistem Peringatan (Alert System) Penggunaan Antibiotik Tidak Rasional: SIMRS dapat dilengkapi dengan fitur peringatan otomatis untuk penggunaan antibiotik yang tidak rasional atau tidak sesuai pedoman. Ini membantu dokter dalam pengambilan keputusan yang lebih bijak di titik perawatan.

    • Laporan Surveilans Otomatis: Data surveilans penggunaan antibiotik dan tren resistensi dapat dihasilkan secara otomatis oleh sistem, memudahkan tim PPRA dalam memantau pola dan memberikan umpan balik kepada tenaga medis.

    • Audit Trail dan Analisis Tren: Seluruh data resep dan surveilans terekam secara otomatis dalam sistem, memungkinkan tim PPRA untuk dengan mudah memantau tren penggunaan antibiotik, melakukan audit, dan intervensi bila ditemukan pola penggunaan yang tidak sesuai.

  • Edukasi Berkelanjutan dan Mentoring: Pendidikan dan pelatihan intensif tentang penggunaan antibiotik yang bijaksana harus diberikan kepada semua tenaga kesehatan. Program mentoring antar institusi yang lebih maju dalam PPRA juga dapat membantu rumah sakit lain yang masih dalam tahap awal implementasi.

  • Dukungan Manajemen yang Konsisten: Pimpinan rumah sakit perlu secara berkelanjutan menunjukkan komitmen melalui alokasi sumber daya yang memadai, baik finansial maupun SDM, serta mendukung integrasi PPRA ke dalam sistem mutu pelayanan rumah sakit.

  • Penguatan Laboratorium Mikrobiologi: Investasi dalam fasilitas laboratorium mikrobiologi klinik dan peningkatan kompetensi SDM laboratorium sangat penting untuk menghasilkan data pola mikroba dan resistensi lokal yang akurat. Jika tidak memungkinkan, kemitraan dengan laboratorium rujukan harus dipertimbangkan.

Penerapan solusi inovatif, terutama melalui digitalisasi, dapat menjadi katalis untuk mengatasi tantangan implementasi PPRA. Dengan sistem yang terintegrasi, proses audit dan monitoring menjadi jauh lebih efisien, data lebih akurat, dan tim PPRA dapat memberikan umpan balik yang tepat waktu, memungkinkan penggunaan antibiotik menjadi lebih terkontrol dan rasional.

 


 

Konklusi

Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) di rumah sakit bukan sekadar kepatuhan terhadap regulasi, melainkan sebuah keharusan strategis untuk menjaga efektivitas obat-obatan vital serta menjamin mutu dan keselamatan pasien. Ancaman resistensi antimikroba (AMR) telah menjadi krisis kesehatan global yang merenggut puluhan ribu nyawa di Indonesia setiap tahunnya, bahkan melebihi dampak beberapa penyakit menular lainnya. PPRA hadir sebagai respons terpadu, didukung oleh landasan hukum yang kuat dari pemerintah Indonesia dan sejalan dengan pedoman global dari WHO dan CDC.

Keberhasilan PPRA bertumpu pada komitmen pimpinan, pembentukan tim multidisiplin yang solid, penatagunaan antimikroba yang bijak, praktik pencegahan dan pengendalian infeksi yang ketat, sistem surveilans yang akurat, edukasi berkelanjutan, serta pelaporan dan umpan balik yang efektif. Meskipun implementasinya menghadapi berbagai tantangan seperti keterbatasan pembiayaan, SDM, budaya kerja, dan sistem informasi, solusi inovatif, terutama melalui digitalisasi proses dengan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS), menawarkan jalan keluar yang menjanjikan. Dengan mengintegrasikan data, menyediakan sistem peringatan, dan mengotomatisasi pelaporan, teknologi dapat menjembatani kesenjangan koordinasi dan meningkatkan efektivitas program secara signifikan.

Pada akhirnya, PPRA adalah upaya kolektif yang membutuhkan sinergi dari seluruh elemen rumah sakit dan dukungan teknologi yang tepat. Dengan implementasi yang optimal, PPRA tidak hanya akan menekan laju resistensi antibiotik, tetapi juga secara fundamental meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, efisiensi operasional, dan keselamatan pasien di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan.

 

Apabila rumah sakit Anda membutuhkan bantuan terkait implementasi Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) atau ingin mengoptimalkan prosesnya dengan dukungan teknologi digital, jangan ragu untuk menghubungi AIDO. AIDO Health siap membantu Anda membangun PPRA yang efektif, efisien, dan sesuai regulasi.

Tag :
Bagikan artikel ini