Dalam pelayanan kesehatan, keselamatan pasien adalah prinsip utama yang tidak hanya berfokus pada penyembuhan pasien, tetapi juga pada mencegah risiko, kesalahan medis, dan komplikasi yang mungkin timbul selama perawatan. Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan, risiko dapat muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari identifikasi pasien yang salah hingga risiko infeksi terkait perawatan kesehatan. Keselamatan pasien hadir sebagai bentuk komitmen untuk meminimalkan risiko yang terjadi sekaligus memberikan perawatan yang efektif.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691 Tahun 2011 (Permenkes 1691/2011) tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit menyebutkan bahwa :
Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Dengan demikian, keselamatan pasien dapat dikatakan sebagai prinsip dasar dalam perawatan kesehatan yang bertujuan untuk melindungi pasien dari risiko, cedera, atau kesalahan yang dapat terjadi selama proses perawatan medis.
Untuk mencapai tujuan bahwa segala macam tindakan yang dilakukan dalam penyelenggaraan pelayanan medis dapat memberikan keamanan dan kenyamanan pasien, maka perlu adanya suatu instrumen sebagai sarana yang digunakan untuk mencapai tujuan keselamatan pasien. Instrumen ini dapat disebut dengan sasaran keselamatan pasien.
Sasaran keselamatan pasien merupakan langkah konkret yang diambil oleh fasilitas pelayanan kesehatan untuk mengidentifikasi, mencegah, dan mengatasi potensi risiko kesalahan medis dan komplikasi selama perawatan pasien. Permenkes 1691/2011 menjelaskan bahwa sasaran keselamatan pasien sekaligus menjadi syarat agar dapat diterapkan pada semua rumah sakit yang telah mendapatkan akreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Selain itu, penyusunan sasaran keselamatan pasien ini mengacu pada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI (KKPRS PERSI), dan dari Joint Commission International (JCI).
Pasal 8 ayat (2) Permenkes 1691/2011 menyebutkan bahwa ada 6 sasaran keselamatan pasien yaitu :
Ketepatan identifikasi pasien;
Peningkatan komunikasi yang efektif;
Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai;
Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi;
Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan
Pengurangan risiko pasien jatuh
Ketepatan identifikasi pasien adalah salah satu aspek kritis dalam yang menyoroti masalah-masalah potensial dalam pelayanan kesehatan.
Sebagaimana kita ketahui, pada saat melakukan identifikasi terhadap pasien tidak menutup kemungkinan terjadi kesalahan dalam tahap diagnosis atau pengobatan misalnya: Kesalahan Penulisan atau Pemahaman Nama Pasien, Kecurigaan Identifikasi Ganda, Perubahan Status Pasien, Keterbatasan dalam Verifikasi Identitas Pasien, ataupun Kesalahan dalam Penggunaan Nomor Rekam Medis.
Kesalahan dalam proses identifikasi dapat terjadi karena tenaga medis sebagai petugas pelayanan kesehatan belum memiliki kompetensi yang mumpuni, khususnya berkaitan dengan kesadaran akan pentingnya identifikasi pasien yang benar bisa membuat kesalahan. Untuk itu, perlu dilakukan pelatihan secara berkala agar para tenaga medis dan staf terkait dapat memahami pentingnya identifikasi pasien yang benar guna menjaga keselamatan pasien.
Pada bagian lampiran Permenkes 1691/2011 dijelaskan mengenai elemen penilaian sasaran ketepatan identifikasi pasien, yaitu:
Proses identifikasi pasien dilakukan menggunakan dua identitas pasien, namun tidak diperkenankan menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien sebagai sarana identifikasi.
Hal ini berarti bahwa ketika seorang pasien datang ke fasilitas perawatan kesehatan, petugas harus memverifikasi identitas pasien dengan menggunakan dua informasi yang unik untuk pasien tersebut yang dapat berupa nama lengkap, tanggal lahir, nomor rekam medis, atau nomor pasien. Menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien tidak cukup karena pasien dapat dipindahkan atau terdapat lebih dari satu pasien di ruangan yang sama.
Proses identifikasi pasien dilakukan sebelum pemberian obat, darah, ataupun produk darah.
Sebelum memberikan obat atau melakukan prosedur medis seperti transfusi darah, maka penting untuk memastikan bahwa pasien yang akan menerima tindakan tersebut adalah pasien yang benar. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan verifikasi identitas pasien melalui pemeriksaan gelang identifikasi pasien, bertanya kepada pasien tentang nama dan tanggal lahir, atau menggunakan sistem identifikasi elektronik.
Proses identifikasi pasien dilakukan sebelum mengambil darah maupun spesimen lain untuk pemeriksaan klinis.
Sebelum mengambil sampel darah atau spesimen lainnya untuk pemeriksaan laboratorium atau diagnostik, petugas harus memastikan bahwa pasien yang bersangkutan telah diidentifikasi. Identifikasi pasien tersebut dilakukan untuk mencegah sampel dari pasien yang salah.
Proses identifikasi pasien dilakukan sebelum masuk tahap pengobatan dan tindakan yang sesuai dengan prosedur.
Sebelum melakukan pengobatan atau tindakan medis apapun, identitas pasien harus diverifikasi secara cermat. Proses ini termasuk untuk memastikan bahwa pasien yang akan menerima tindakan atau pengobatan adalah pasien yang tepat.
Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang konsisten pada semua situasi dan lokasi.
Setiap fasilitas pelayanan kesehatan penting untuk memiliki kebijakan dan prosedur yang jelas dan konsisten. Hal ini membantu memastikan bahwa identifikasi pasien dilakukan dengan cara yang sama pada semua situasi dan lokasi, sehingga mengurangi risiko kesalahan identifikasi pasien.
Ketepatan identifikasi pasien adalah langkah kunci untuk mencegah kesalahan medis dan memberikan perawatan yang aman dan efektif. Dengan mematuhi prinsip-prinsip ini, fasilitas perawatan kesehatan dapat meningkatkan keselamatan pasien dan mengurangi risiko kesalahan yang dapat berdampak serius pada pasien.
Peningkatan komunikasi yang efektif adalah esensial dalam menjaga keselamatan pasien. Komunikasi yang tepat dan jelas antara tenaga medis adalah kunci untuk mencegah kesalahan medis dan meningkatkan perawatan pasien.
Berikut elemen penilaian peningkatan komunikasi yang efektif sebagaimana disebutkan pada bagian lampiran Permenkes 1691/2011:
Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah.
Apabila seorang tenaga medis memberikan perintah atau hasil pemeriksaan kepada orang lain, baik secara langsung atau melalui telepon, maka penerima pesan harus mencatat perintah atau hasil tersebut secara lengkap. Hal ini penting untuk memastikan bahwa tidak ada informasi yang hilang atau salah dipahami.
Perintah lengkap lisan dan telpon atau hasil pemeriksaan dibacakan kembali secara lengkap oleh penerima perintah.
Setelah menerima perintah atau hasil pemeriksaan, penerima perintah harus membacakan kembali pesan tersebut secara lengkap sebagai langkah verifikasi untuk memastikan bahwa informasi telah dipahami dengan benar.
Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau yang menyampaikan hasil pemeriksaan.
Perlu dilakukan konfirmasi mengenai apa yang telah disampaikan guna memastikan bahwa informasi yang disampaikan telah diterima dan dipahami dengan benar.
Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan komunikasi lisan atau melalui telepon secara konsisten.
Perlu adanya kebijakan dan prosedur yang jelas pada tiap fasilitas kesehatan yang mengarahkan tenaga medis dan staf agar selalu melakukan verifikasi dalam komunikasi secara langsung ataupun melalui telepon.
Dengan mematuhi prinsip-prinsip ini, fasilitas perawatan kesehatan dapat meningkatkan komunikasi yang efektif antara tenaga medis, sehingga risiko kesalahan komunikasi dapat dihindari.
Peningkatan keamanan obat bertujuan untuk mencegah kesalahan dalam penggunaan obat dan mengoptimalkan pengelolaan obat di lingkungan perawatan kesehatan.
Berikut elemen penilaian mengenai peningkatan keamanan obat sebagaimana disebutkan dalam bagian lampiran Permenkes 1691/2011 :
Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi, menetapkan lokasi, pemberian label, dan penyimpanan elektrolit konsentrat.
Penting untuk dicatat bahwa fasilitas pelayanan kesehatan harus memiliki kebijakan dan prosedur tertulis yang merinci langkah-langkah untuk mengidentifikasi, menentukan lokasi penyimpanan, memberi label yang jelas, dan menyimpan elektrolit konsentrat dengan benar. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa elektrolit konsentrat tidak menjadi sumber kesalahan dalam penggunaan obat.
Implementasi kebijakan dan prosedur.
Implementasi dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, seperti: pelatihan staf, pemantauan untuk memastikan kepatuhan, dan pengawasan yang ketat terhadap setiap langkah dalam pengelolaan elektrolit konsentrat.
Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang kurang hati-hati di area tersebut sesuai kebijakan.
Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit pelayanan pasien harus diberi label yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted).
Apabila elektrolit konsentrat berada pada unit pelayanan pasien, maka perlu dilakukan pengawasan ekstra, pemberian label yang jelas, atau penempatan yang aman sebagai upaya meningkatkan keamanan serta mencegah kesalahan yang dapat membahayakan pasien.
Sasaran ini menjadi upaya untuk memastikan bahwa setiap prosedur atau tindakan pembedahan dilakukan pada pasien yang benar, di lokasi yang benar, dan sesuai dengan prosedur yang benar.
Elemen penilaian yang disarankan oleh Permenkes 1691/2011 terhadap sasaran ini sebagai berikut :
Rumah sakit harus memiliki tanda atau penandaan yang jelas untuk mengidentifikasi lokasi operasi yang benar pada tubuh pasien. Selain itu, pasien harus terlibat dalam proses ini, sehingga pasien juga memahami dan setuju mengenai lokasi operasi yang akan dilakukan.
Sebelum memulai operasi, rumah sakit harus menerapkan suatu checklist atau proses verifikasi yang memastikan bahwa pasien yang benar, lokasi operasi yang benar, dan prosedur yang benar telah diverifikasi. Selain itu, semua dokumen dan peralatan yang diperlukan harus tersedia, berfungsi dengan baik, dan sesuai dengan prosedur.
Sebelum memulai prosedur atau tindakan pembedahan, tim operasi harus menjalankan prosedur "sebelum insisi/time-out" yang mencakup verifikasi mengenai lokasi operasi, prosedur yang benar, pasien yang tepat, serta kelengkapan peralatan. Langkah ini juga harus dicatat secara terperinci dalam rekam medis pasien.
Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung proses yang seragam untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk prosedur medis dan dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi.
Dengan mematuhi sasaran keselamatan ini, rumah sakit dan tim medis dapat mengurangi risiko kesalahan dan memastikan bahwa pasien menerima perawatan yang aman dan sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar dalam tatanan pelayanan kesehatan. Selain itu, peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan. Untuk itu, perlu dilakukan tindakan yang dapat diterima secara umum guna mewujudkan keselamatan bagi pasien. Langkah yang disarankan oleh Permenkes 1691/2011 terhadap sasaran ini sebagai berikut :
Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (al.dari WHO Patient Safety). Pedoman ini berkaitan dengan praktik kebersihan tangan yang benar, yang merupakan langkah penting dalam mencegah penularan infeksi di antara pasien dan staf medis.
Selain hanya mengadopsi pedoman kebersihan tangan, rumah sakit juga harus menerapkan program hand hygiene yang efektif mencakup pelatihan staf medis tentang praktik kebersihan tangan yang benar, menyediakan fasilitas cuci tangan yang memadai, dan memantau kepatuhan staf terhadap praktik kebersihan tangan.
Terakhir, rumah sakit harus memiliki kebijakan dan prosedur yang jelas untuk mengurangi risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan secara berkelanjutan. Langkah ini dapat diwujudkan melalui pengendalian infeksi, sterilisasi alat medis, pemantauan infeksi pasien, dan tindakan perbaikan berkelanjutan.
Pada dasarnya, pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan memerlukan pendekatan holistik yang melibatkan seluruh staf kesehatan, peralatan yang benar-benar steril, kepatuhan terhadap protokol kebersihan, dan pemantauan yang ketat. Apabila sasaran ini dapat dijalankan secara maksimal, maka dapat meningkatkan keselamatan pasien sekaligus memastikan bahwa perawatan medis berjalan dengan aman dan efektif.
Pengurangan risiko pasien jatuh merupakan upaya penting untuk mencegah cedera akibat jatuh dalam lingkungan rumah sakit. Sebagaimana diketahui bahwa jumlah kasus pasien yang jatuh dapat menjadi penyebab cedera bagi pasien rawat inap. Untuk itu, pihak rumah sakit perlu menerapkan beberapa langkah serta tindakan untuk mengurangi risiko cedera apabila pasien terjatuh sebagaimana disebutkan dalam Permenkes 1691/2011, antara lain :
Dilakukan penerapan proses asesmen awal atas pasien terhadap risiko jatuh dan melakukan asesmen ulang pasien bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau pengobatan, dan lain-lain.
Setelah asesmen risiko jatuh, langkah-langkah konkret harus diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi pasien yang dianggap berisiko. Langkah ini dapat berupa pemberian bantuan saat berjalan, penggunaan pengaman seperti alas tidur, atau pengurangan penggunaan obat-obatan tertentu yang dapat mempengaruhi keseimbangan.
Segala upaya yang dilakukan harus terus dimonitor secara teratur, misalnya dengan melakukan evaluasi keberhasilan dalam mengurangi cedera akibat jatuh dan penanganan dampak dari kejadian tidak diharapkan seperti jatuhnya pasien.
Rumah sakit harus memiliki kebijakan dan prosedur yang jelas yang mengarahkan upaya pengurangan berkelanjutan terhadap risiko pasien jatuh. Upaya ini mencakup pelatihan staf, pemantauan terus-menerus, dan tindakan perbaikan berkelanjutan untuk meningkatkan keselamatan pasien.
Penting untuk dicatat bahwa keselamatan pasien bukan hanya tanggung jawab penyedia layanan kesehatan semata, melainkan komitmen bersama untuk memastikan bahwa setiap individu yang menerima perawatan kesehatan mendapatkan perlindungan dan perawatan yang mereka butuhkan. Dengan dilakukannya penerapan sasaran keselamatan pasien yang tepat, maka tidak hanya menjaga pasien dari risiko cedera dan kesalahan medis, tetapi juga menciptakan lingkungan perawatan kesehatan yang lebih efektif, efisien, dan berkualitas tinggi. Terlebih lagi, apabila sasaran keselamatan pasien dapat diterapkan dengan baik, maka akan memberikan dampak pada kepercayaan pasien yang meningkat, serta menciptakan budaya keselamatan yang kuat di seluruh organisasi kesehatan.
Anda mungkin juga tertarik