Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat menyebabkan terjadinya Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) yakni suatu kondisi ketika sistem imun tubuh sudah sangat lemah sehingga dapat dengan mudah mengalami berbagai infeksi ataupun gangguan kesehatan lainnya. Ketika HIV sudah masuk ke dalam tubuh, selama empat hingga sepuluh minggu, pasien dapat mengeluhkan beberapa gejala infeksi.
Setelah itu, infeksi HIV dapat berlangsung selama beberapa dekade tanpa gejala. Apabila pasien sudah mengalami AIDS, maka umumnya pasien akan lebih rentan mengalami infeksi ataupun tumor sehingga memerlukan tata laksana yang adekuat. Pada tahun 2016, diperkirakan terdapat sebanyak 36,7 juta penduduk dunia yang hidup dengan penyakit HIV/AIDS
Tanda dan Gejala HIV/AIDS tanpa Komplikasi
Kejadian infeksi HIV tahap awal dapat menimbulkan berbagai gejala seperti
Sementara itu, infeksi yang berlangsung lama atau yang biasa disebut sebagai infeksi kronik dapat menimbulkan tanda dan gejala serupa yakni
Terkadang pada kasus infeksi kronik, beberapa pasien dapat tidak mengalami gejala sampai pasien jatuh ke dalam kondisi AIDS.
Diagnosis HIV/AIDS tanpa Komplikasi
Penegakan diagnosis HIV/AIDS umumnya dilakukan melalui serangkaian pemeriksaan. Dokter akan memulai pemeriksaan dengan menanyakan beberapa hal terkait gejala dan tanda yang dialami pasien, faktor risiko HIV/AIDS, serta beberapa pertanyaan lainnya. Dokter kemudian akan melakukan pemeriksaan fisik. Setelah itu, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang. Saat ini, sudah terdapat berbagai metode pemeriksaan penunjang yang terdiri dari pemeriksaan serologis hingga virologis
Umumnya, pemeriksaan serologis digunakan untuk skrining. Untuk menilai tingkat keparahan infeksi, diperlukan penilaian sel CD4+ yaitu sel yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh dan tingkat viremia atau kadar virus yang ada di dalam tubuh. Pemeriksaan kadar virus dalam tubuh juga digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pengobatan pasien.
Tata Laksana tanpa Komplikasi
Tujuan tata laksana HIV/AIDS adalah menekan jumlah virus yang ada di dalam tubuh dan mempertahankan jumlah sel CD4 menggunakan antiretroviral therapy (ART) atau obat antivirus. ART terdiri dari berbagai jenis kombinasi obat untuk menangani HIV. Pemberian terapi dilakukan seumur hidup sehingga dibutuhkan motivasi dan kepatuhan minum obat yang tinggi. Mengingat Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah, pemberian berbagai terapi pencegahan infeksi juga perlu dipertimbangkan.
Obat antivirus yang diberikan umumnya berbentuk tablet kombinasi dosis tetap. Artinya, dalam satu tablet terkandung beberapa jenis obat dengan dosis tertentu yang sudah diformulasikan sedemikian rupa. Pasien yang mengonsumsi obat antivirus ini perlu dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal, penyakit penyerta, kadar Hb, dan kondisi medis lainnya. Selama pemberian obat antivirus ini, penting untuk melakukan pemantauan perihal respons pengobatan dan efek samping yang terjadi.
Referensi:
Vaillant AAJ, Gulick PG. HIV Disease Current Practice. StatPearls [internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan.
Simon V, Ho DD, Karim QA. HIV/AIDS epidemiology, pathogenesis, prevention, and treatment. Lancet. 2006 Aug 5; 368(9534): 489–504. doi: 10.1016/S0140-6736(06)69157-5
Waymack JR, Sundareshan V. Acquired Immune Deficiency Syndrome. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan.
Pedoman pengobatan antiretroviral. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 87 tahun 2014.