Mengenal Apa itu SNARS dan Evolusi Akreditasi RS

Ditinjau oleh Harianus Zebua • 01 Dec 2025

Bagikan

Mengenal Apa itu SNARS dan Evolusi Akreditasi RS

Pernahkah Anda masuk ke lobi sebuah rumah sakit dan melihat plakat besar bertuliskan "Terakreditasi Paripurna" dengan deretan bintang lima? Bagi pasien, itu mungkin hanya hiasan dinding yang menyiratkan "tempat ini bagus". Namun, bagi manajemen rumah sakit, plakat itu adalah hasil dari darah, keringat, dan air mata (terkadang secara harfiah) selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.

Di Indonesia, kita mengenal istilah SNARS atau Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit. Namun, memahami SNARS tidak cukup hanya dengan membaca definisinya di Wikipedia. Standar ini adalah "kitab suci" bagi operasional layanan kesehatan yang aman dan bermutu.

Rumah sakit tanpa standar akreditasi ibarat kapal tanpa kompas di tengah badai samudra; ia mungkin tetap bergerak, tetapi tidak ada jaminan akan sampai di tujuan dengan selamat, dan risiko karam selalu mengintai di setiap gelombang masalah.

Dalam artikel ini, kita tidak hanya akan membahas definisi kaku. Kita akan menyelami apa sebenarnya pedoman penilaian ini, bagaimana evolusinya menjadi standar terbaru yang berlaku saat ini (STARKES), dan mengapa integrasi teknologi seperti yang ditawarkan oleh AIDO Health menjadi kunci rahasia untuk tidak hanya lolos akreditasi, tetapi benar-benar meningkatkan kualitas layanan.

 

Mengenal SNARS: Sebuah Warisan Kualitas

Definisi dan Latar Belakang

Secara historis, SNARS adalah standar akreditasi yang dikembangkan oleh KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit). Sebelum adanya SNARS, Indonesia menggunakan standar akreditasi versi 2012 yang mengacu pada JCI (Joint Commission International).

SNARS Edisi 1 diluncurkan pada tahun 2018, kemudian disempurnakan menjadi SNARS Edisi 1.1 pada tahun 2020. Fokus utama dari tolok ukur kualitas ini adalah keselamatan pasien (patient safety) dan peningkatan mutu pelayanan yang berkesinambungan.

Saya pribadi melihat peluncuran SNARS Edisi 1.1 kala itu sebagai titik balik. Indonesia tidak lagi sekadar "mengekor" standar asing mentah-mentah, tetapi mulai memformulasi standar yang sesuai dengan kearifan lokal, regulasi nasional, namun tetap setara dengan standar internasional (terakreditasi ISQua).

Mengapa Ini Penting?

Banyak yang berpikir akreditasi hanya syarat perpanjangan izin operasional atau syarat kerja sama dengan BPJS Kesehatan. Itu benar, tapi itu alasan yang dangkal.

Inti dari regulasi mutu ini adalah manajemen risiko. Rumah sakit adalah tempat yang sangat berbahaya. Ada risiko infeksi, risiko salah obat, risiko pasien jatuh, hingga risiko kesalahan prosedur bedah. SNARS hadir untuk memastikan bahwa RS memiliki sistem—bukan hanya niat baik—untuk mencegah hal-hal tersebut terjadi.

 

Bedah Anatomi Standar: Apa yang Sebenarnya Dinilai?

Untuk memahami beban kerja tim akreditasi di rumah sakit, kita perlu membedah apa saja yang ada di dalam dokumen tebal tersebut. Dalam SNARS Edisi 1.1 (yang menjadi fondasi standar saat ini), terdapat 16 bab yang dikelompokkan menjadi beberapa pilar utama. Mari kita bahas dengan bahasa yang lebih manusiawi.

1. Sasaran Keselamatan Pasien (SKP)

Ini adalah "harga mati". Bab ini membahas hal-hal yang terdengar sepele tapi fatal jika diabaikan:

  • Ketepatan identifikasi pasien (agar tidak salah orang).

  • Peningkatan komunikasi yang efektif (agar instruksi dokter tidak salah dengar).

  • Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (high alert medications).

  • Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi.

  • Pengurangan risiko infeksi (cuci tangan adalah wajib!).

  • Pengurangan risiko pasien jatuh.

2. Standar Pelayanan Berfokus Pasien (ARK, HPK, AP, PAP, PAB, PKPO, MKE)

Kelompok ini mengatur perjalanan pasien (patient journey). Mulai dari bagaimana pasien mendaftar (Akses ke Rumah Sakit), bagaimana hak-hak mereka dilindungi, bagaimana asesmen medis dilakukan, hingga bagaimana edukasi diberikan kepada keluarga.

Di sini sering terjadi bottleneck. Dokumen rekam medis seringkali tidak lengkap. Dokter lupa menandatangani asesmen, atau edukasi obat tidak terdokumentasi. Di sinilah peran sistem informasi menjadi krusial (kita akan bahas ini nanti).

3. Standar Manajemen Rumah Sakit (PMKP, PPI, TKRS, MFK, KKS, MIRM)

Ini adalah sisi "belakang layar". Bagaimana direktur rumah sakit memimpin (Tata Kelola), bagaimana pencegahan infeksi dikontrol (PPI), bagaimana fasilitas gedung dirawat agar tidak kebakaran (MFK), dan bagaimana kualifikasi staf dikelola (KKS).

 

Transformasi Besar: Dari SNARS ke STARKES (Update Regulasi Terbaru)

Ini adalah bagian terpenting yang membedakan artikel profesional dengan artikel kadaluarsa. Jika Anda masih berpegang teguh bahwa SNARS Edisi 1.1 adalah satu-satunya standar yang berlaku mutlak hari ini, Anda perlu memperbarui wawasan.

Pasca pandemi dan dengan terbitnya Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) HK.01.07/MENKES/1128/2022, pemerintah menetapkan standar baru yang disebut STARKES (Standar Akreditasi Rumah Sakit).

Apa Bedanya?

Secara substansi, STARKES adalah penyempurnaan dari SNARS. Prinsip-prinsip keselamatan pasien tetap sama. Namun, ada perubahan dalam struktur penyelenggara.

Jika dulu KARS adalah pemain tunggal (monopoli), maka berdasarkan regulasi terbaru (termasuk UU No 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan), penyelenggaraan akreditasi kini dilakukan oleh Lembaga Independen Penyelenggara Akreditasi (LIPA). Saat ini sudah ada 6 lembaga yang diakui pemerintah (termasuk KARS, LAFKI, LARS-DHP, dll).

Jadi, meskipun istilah "SNARS" masih sangat melekat di benak tenaga kesehatan sebagai "brand" dari standar KARS, secara regulasi nasional kita sedang bergerak menggunakan payung STARKES. Namun, untuk kenyamanan pembaca, kita tetap bisa menggunakan konteks SNARS sebagai basis pemahaman karena 90% kontennya serupa.

Poin penting dari transformasi ini adalah: Pemerintah ingin akreditasi lebih mudah, murah, dan transparan, tanpa mengurangi kualitas.

 

Peran Teknologi: Mengapa Manual itu Mustahil?

Mari bicara jujur. Memenuhi ribuan elemen penilaian (EP) dalam akreditasi dengan cara manual (kertas) adalah tindakan bunuh diri operasional di era sekarang.

Salah satu fokus utama dalam standar akreditasi modern (baik SNARS maupun STARKES) adalah MIRM (Manajemen Informasi dan Rekam Medis). Regulasi mewajibkan rumah sakit untuk memiliki data yang akurat, tepat waktu, dan aman. Lebih jauh lagi, Peraturan Menteri Kesehatan No 24 Tahun 2022 mewajibkan faskes menggunakan Rekam Medis Elektronik (RME).

Di sinilah relevansi sistem seperti AIDO menjadi sangat tinggi.

Bagaimana Sistem Informasi Menyelamatkan Akreditasi Anda?

Sebagai pengembang layanan sistem informasi manajemen rumah sakit (SIMRS) dan klinik, solusi seperti AIDO tidak hanya berfungsi untuk mencetak tagihan pasien. Peran strategisnya jauh lebih dalam terkait kepatuhan standar akreditasi:

  1. Kepatuhan Rekam Medis (CPPT Terintegrasi):
    Dalam standar akreditasi, Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT) wajib diisi oleh berbagai profesi (Dokter, Perawat, Ahli Gizi, Apoteker). AIDO memfasilitasi kolaborasi ini secara digital. Tidak ada lagi tulisan tangan dokter yang tidak terbaca yang bisa menyebabkan kegagalan penilaian elemen komunikasi efektif.

 

  1. Manajemen Obat (Medication Safety):
    Salah satu poin krusial dalam SNARS/STARKES adalah PKPO (Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat). Sistem AIDO dapat membantu melakukan flagging atau peringatan otomatis untuk obat-obat high alert atau potensi interaksi obat. Ini adalah bukti nyata implementasi keselamatan pasien yang dicari oleh surveior.

 

  1. Efisiensi Waktu Tunggu:
    Standar pelayanan minimal dan indikator mutu unit seringkali mensyaratkan waktu tunggu rawat jalan kurang dari 60 menit. Bagaimana Anda mengukurnya jika masih manual? Sistem digital mencatat timestamp otomatis dari pasien daftar hingga obat diserahkan. Data ini bisa ditarik kapan saja untuk laporan indikator mutu (PMKP).

 

  1. Integrasi SatuSehat:
    Regulasi terbaru menuntut interoperabilitas. Platform manajemen RS modern seperti AIDO umumnya telah dipersiapkan untuk menjembatani data internal RS dengan ekosistem kesehatan nasional (SatuSehat Kemenkes), yang mana ini menjadi poin kepatuhan regulasi yang vital.

Menyewa konsultan akreditasi itu baik, tapi berinvestasi pada sistem manajemen informasi yang handal seperti AIDO adalah langkah fundamental untuk memastikan kepatuhan itu berjalan otomatis, bukan "kosmetik" saat survei saja.

 


 

Tantangan Nyata di Lapangan: Sudut Pandang Personal

Sebagai seseorang yang mengamati dinamika industri kesehatan, saya melihat ada "penyakit kronis" dalam implementasi norma kelayakan rumah sakit ini.

1. Sindrom "SKS" (Sistem Kebut Semalam)

Banyak RS yang "tidur" selama 3 tahun, dan baru panik 3 bulan sebelum survei ulang. Akibatnya, dokumen dipalsukan (dibuat mundur), staf stres berat, dan pelayanan pasien justru terganggu karena perawat sibuk mengurus kertas daripada pasien. Ini adalah praktik yang berbahaya. Akreditasi seharusnya menjadi budaya harian, bukan festival lima tahunan.

2. Beban Biaya

Biaya survei tidak murah. Biaya perbaikan fasilitas agar sesuai standar (misalnya: membuat jalur kursi roda yang sesuai kemiringan, menambah wastafel cuci tangan, sistem pemadam kebakaran) sangat besar. Bagi RS swasta kecil, ini dilema antara investasi mutu atau bertahan hidup (cashflow).

3. Resistensi Dokter Spesialis

Harus diakui, seringkali tantangan terbesar datang dari kelompok medis senior. Mengubah kebiasaan dari menulis resep manual ke elektronik, atau memaksa kepatuhan Time-out sebelum operasi, seringkali dianggap menghambat kecepatan kerja. Disinilah peran Direktur Medis diuji untuk melakukan pendekatan persuasif bahwa standar ini melindungi dokter dari tuntutan hukum juga.

 


 

Strategi Jitu Menghadapi Penilaian

Jika rumah sakit Anda sedang bersiap menghadapi survei akreditasi (baik skema reguler maupun internasional), berikut adalah beberapa strategi taktis:

Fokus pada Implementasi, Bukan Dokumen

Surveior zaman sekarang (terutama di era STARKES) lebih "galak" dalam telusur lapangan. Mereka tidak akan terlalu terpukau dengan tumpukan SPO (Standar Prosedur Operasional) yang rapi di meja, tapi mereka akan bertanya pada cleaning service: "Bagaimana cara Anda menangani tumpahan darah infeksius?". Mereka akan bertanya pada pasien: "Apakah dokter menjelaskan risiko sebelum operasi?".

Action speaks louder than paper.

Lakukan Simulasi (Mock Survey)

Jangan menunggu hari-H. Lakukan survei internal atau undang pihak eksternal untuk melakukan simulasi. Cari kesalahan sebanyak mungkin saat simulasi agar tidak terjadi saat penilaian asli.

Manfaatkan Dasbor Data

Gunakan fitur analitik pada SIMRS Anda (seperti yang mungkin disediakan oleh platform sejenis AIDO) untuk memantau Indikator Mutu Nasional (IMN) secara real-time. Jangan menghitung kepatuhan cuci tangan atau kepatuhan jam visite dokter secara manual di akhir bulan. Data real-time memungkinkan Anda melakukan intervensi perbaikan (PDSA - Plan Do Study Act) dengan segera.

 

Indikator Mutu Nasional (IMN): Wajah Baru Kualitas

Dalam kerangka standar terbaru, Kementerian Kesehatan mewajibkan pengukuran 13 Indikator Mutu Nasional. Ini wajib dipahami karena beririsan langsung dengan akreditasi. Beberapa di antaranya:

  1. Kepatuhan Kebersihan Tangan: Target >85%

  2. Kepatuhan Penggunaan APD: Target 100%

  3. Kepatuhan Identifikasi Pasien: Target 100%

  4. Waktu Tanggap Operasi Seksio Sesarea Emergensi:  <30 menit.

  5. Waktu Tunggu Rawat Jalan: <60 menit.

  6. Kepuasan Pasien.

Data-data ini wajib dilaporkan melalui aplikasi mutu fasyankes. Sekali lagi, integrasi sistem informasi manajemen RS menjadi tulang punggung di sini. Rumah sakit yang masih mengandalkan Excel manual akan kewalahan dalam validasi data.

 

Masa Depan Akreditasi

Ke depan, konsep rumah sakit akan berubah. Dengan berkembangnya telemedicine dan home care, standar akreditasi pun akan berevolusi. Apakah SNARS/STARKES sudah mencakup standar pelayanan pasien di rumah mereka sendiri? Belum sepenuhnya mendalam.

Namun, arahnya sudah terlihat. Digitalisasi adalah kunci. Rumah sakit pintar (Smart Hospital) bukan lagi sekadar jargon marketing. Standar akreditasi masa depan akan sangat berat pada aspek keamanan data (cyber security) dan algoritma klinis berbasis AI.

 

Kesimpulan

Mengenal SNARS atau STARKES bukan sekadar menghafal bab dan elemen penilaian. Ini adalah tentang memahami filosofi bahwa setiap nyawa pasien itu berharga. Standar akreditasi, baik itu yang dikeluarkan oleh KARS maupun lembaga lain di bawah naungan Kemenkes, adalah alat bantu untuk menjaga amanah tersebut.

Bagi manajemen rumah sakit, kuncinya adalah konsistensi dan adaptasi teknologi. Jangan jadikan akreditasi beban, tapi jadikan gaya hidup organisasi. Manfaatkan teknologi seperti AIDO untuk mengubah beban administrasi yang rumit menjadi data strategis yang mudah dikelola.

Ingatlah, bintang lima di sertifikat akreditasi hanyalah bonus. Hadiah yang sesungguhnya adalah ketika pasien pulang dengan senyum sehat, dan tenaga medis bekerja dengan tenang karena tahu sistem melindungi mereka.

 

Sudah siapkah fasilitas kesehatan Anda naik kelas? Mulailah dengan membereskan sistem data Anda, karena kualitas yang tidak terukur adalah kualitas yang tidak bisa diperbaiki.

Tag :
Bagikan artikel ini    
Isi formulir dibawah untuk berkomunikasi dengan tim kami.