Tantangan dan Permasalahan Pelayanan Kesehatan Digital Indonesia

Ditinjau oleh dr. Juliana Ng • 02 Nov 2022

Bagikan

Tantangan dan Permasalahan Pelayanan Kesehatan Digital Indonesia

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) mewajibkan seluruh fasilitas pelayanan kesehatan untuk mewujudkan percepatan transformasi digital dengan menerapkan rekam medis elektronik, serta meluncurkan platform SATUSEHAT untuk mengintegrasikan data berkualitas secara rutin.

 

Menurut Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian Setjen DPR RI, hingga saat ini masih lebih dari 80% fasilitas pelayanan kesehatan yang belum menerapkan sistem di fasyankes, dan masih terdapat jutaan data yang tersebar pada 200 aplikasi. 

 

Lebih dari 400 aplikasi kesehatan yang dibangun baik oleh pemerintah maupun swasta menjadi masalah baru, yaitu penyebaran data kesehatan pada masing-masing aplikasi yang memiliki standar berbeda-beda. Tak hanya itu, masih ada fasilitas kesehatan yang mendokumentasi data kesehatan dengan menggunakan kertas.



Terdapat ratusan aplikasi yang mengelola data berbasis informasi individu yang tersebar di ribuan penyedia layanan kesehatan. Pandemi menunjukkan masalah sistemik yang perlu diperbaiki, dan meningkatkan kapasitas dan resiliensi sistem kesehatan, serta mempercepat transformasi sistem kesehatan di Indonesia. Maka dari itu, Kemenkes mengajak kolaborasi untuk menghubungkan berbagai data dan sistem di ekosistem kesehatan dalam satu kesatuan.

 

Sumber: Cetak Biru Strategi Transformasi Digital Kesehatan Indonesia 2024

 

Berdasarkan dokumen Cetak Biru Strategi Transformasi Digital Kesehatan 2024, ada tujuh tantangan transformasi digital di Indonesia (Kemkes 2021): 

 

  1. Layanan primer dan sekunder

Data yang tersebar pada fasilitas pelayanan kesehatan primer dan sekunder tidak terintegrasi, dan belum memenuhi standar (kelengkapan, konsistensi dan akurasi data), sehingga tidak memenuhi kebutuhan dalam penyusunan kebijakan berbasis bukti (evidence based policy). Data masih tumpang tindih karena banyaknya aplikasi, tidak ada standarisasi dan integrasi data kesehatan, sehingga sulit untuk mewujudkan interoperabilitas data kesehatan dalam prinsip continuum of care.



  1. Layanan farmasi dan alat kesehatan

Rantai pasok kesehatan yang tidak terintegrasi dengan baik menyebabkan fasilitas layanan kesehatan tidak dapat merespons dengan cepat sinyal risiko yang ada. Selain itu, pada saat tenaga kesehatan menginput data obat dan alat kesehatan, tidak ada format data yang baku, sehingga data tidak dapat diolah. Tak hanya itu, obat dan vaksin ilegal beredar di masyarakat menyebabkan tingginya opportunity cost. 



  1. Layanan ketahanan kesehatan

 

Tidak ada sistem surveilans real time, sehingga membutuhkan waktu untuk mendeteksi dan merespon kegawatdaruratan. Sulit mendapatkan data fasilitas kesehatan, laboratorium, SDM kesehatan, alat kesehatan dan obat pada saat krisis kesehatan. Integrasi data kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan dapat mendukung identifikasi permasalahan kesehatan masyarakat.

 

  1. Layanan sumber daya manusia kesehatan (SDMK)

Hasil Riset Ketenagaan Kesehatan (Kementerian Kesehatan, Badan Litbangkes, 2017) menunjukkan 56,6% rumah sakit di Indonesia menyatakan kurangnya SDMK, dan hanya 38,9% rumah sakit yang menyatakan kebutuhan SDMK sudah sesuai. 82,5% Puskesmas menganggap kurangnya SDMK, dan hanya 12,7% menyatakan kondisi SDMK sudah sesuai.

Akan tetapi, data ini dianggap tidak diperoleh secara langsung dan tidak akurat. Tidak adanya standarisasi pendataan membuat distribusi SDMK tidak rata. 

 

  1. Layanan pembiayaan kesehatan

Dibutuhkan sistem terintegrasi operasional dan penyerapan data berkualitas untuk mendapatkan elemen pertimbangan komprehensif. Data ini penting digunakan untuk membuat keputusan, kebijakan dan rekomendasi untuk pelayanan kesehatan. Diharapkan dengan pembiayaan yang adil, efektif dan efisien, komprehensif, transparan dan akuntabel dapat

menurunkan pembiayaan mandiri oleh masyarakat.. Data pengeluaran asuransi

kesehatan nasional milik pemerintah, lembaga nasional, maupun milik swasta belum

tersedia secara lengkap dan menyeluruh sehingga performa jaminan kesehatan tidak dapat

dianalisis dengan optimal.

 

  1. Layanan manajemen internal

Diperlukan pengembangan manajemen internal untuk meningkatkan efisiensi. Tujuannya adalah mengintegrasikan semua aplikasi yang ada menjadi satu kesatuan sehingga dapat digunakan secara efisien dan efektif, serta untuk memudahkan pengisian data.

 

  1. Layanan bioteknologi

Data-data bioteknologi, termasuk diantaranya tanaman, hewan, mikroorganisme dan manusia masih terpencar dan belum dapat dikumpulkan untuk penanggulangan mitigasi perkembangan penyakit, mutasi dan perkembangan riset di dunia medis. Masing-masing sektor berjalan dengan sendirinya dan belum terintegrasi. Kurangnya dana penelitian di bidang bioteknologi dan kurangnya SDM, fasilitas dan kebijakan pemerintah untuk mendukung rekayasa genetika. 

 

Demikian tantangan dan situasi permasalahan pelayanan kesehatan yang dihadapi Indonesia saat ini. Diharapkan dengan adanya interoperabilitas data kesehatan, pelayanan kesehatan di Indonesia juga semakin meningkat.


Memiliki pertanyaan mengenai hal ini? Anda dapat menghubungi kami disini hotline aido.

Referensi

  1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Cetak Biru Strategi Transformasi Digital Kesehatan 2024.

  2. Pusat Kajian Anggaran Badan Keahilan DPR RI. Urgensi dan Tantangan Mempercepat Transformasi Digital pada Layanan Kesehatan di Indonesia. Budget Issue Brief Politik & Keamanan. 2(9), 2022.

Bagikan artikel ini